Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir memutuskan untuk mencopot Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk yang tak lain ialah I Gusti Ngurah Askhara atau yang akrab disapa Ari Askhara. Pencopotan bos Garuda ini berkaitan dengan penyelundupan komponen Harley Davidson dan sepeda Brompton.
Barang mewah tersebut diangkut melalui Airbus A330-900 yang merupakan armada baru Garuda. Pesawat itu diterbangkan dari Prancis di mana Ari juga jadi penumpang pesawat tersebut.
Ari sendiri memimpin maskapai pelat merah ini pada 12 September 2018 menggantikan Direktur Utama sebelumnya Pahala N Mansury. Baru setahun lebih sedikit, Garuda di bawah kepemimpinan Ari dihadapkan pada sejumlah skandal.
Berikut berita selengkapnya dirangkum detikcom:
Garuda Indonesia mulanya mencatatkan kinerja keuangan yang membanggakan di tahun 2018, lantaran laporan keuangannya mencetak laba. Namun, laporan keuangan ini berubah jadi 'buntung' karena terbukti direkayasa alias dipoles.
Polemik laporan keuangan ini bermula pada 24 April 2019 atau saat Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), di mana salah satunya ialah mengesahkan laporan keuangan 2018.
Saat itu, dua komisaris menyatakan disenting opinion dan tak mau menandatangani laporan keuangan tersebut.
Diketahui, dalam laporan keuangan 2018 Garuda mencatat laba bersih US$ 809,85 ribu atau setara Rp 11,33 miliar (kurs Rp 14.000). Laba tersebut ditopang salah satunya oleh kerja sama antara Garuda dan PT Mahata Aero Terknologi. Kerja sama itu nilainya mencapai US$ 239,94 juta atau sekitar Rp 2,98 triliun.
Dana itu masih bersifat piutang tapi sudah diakui sebagai pendapatan. Alhasil, perusahaan sebelumnya merugi kemudian mencetak laba.
Kejanggalan ini terendus oleh dua komisaris Garuda Indonesia yakni Chairal Tanjung dan Dony Oskaria. Merekalah dua komisaris yang enggan menerima laporan keuangan 2018.
Kisruh itu berlanjut hingga Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK) Kementerian Keuangan i(Kemenkeu) turun tangan untuk mengaudit permasalahan tersebut. PT Bursa Efek Indonesia (BEI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hingga BPK juga ikut melakukan audit.
PPPK dan OJK pun akhirnya memutuskan bahwa ada yang salah dalam sajian laporan keuangan Garuda 2018. Perusahaan diminta untuk menyajikan ulang laporan keuangannya dan perusahaan kena denda Rp 100 juta.
Direksi yang tanda tangan laporan keuangan dikenakan masing-masing Rp 100 juta. Ketiga, secara kolektif direksi dan komisaris minus yang tidak tanda tangan, dikenakan kolektif Rp 100 juta.
BEI selaku juga memberikan sanksi atas hasil audit terhadap laporan keuangan Garuda. Sanksi atas audit yang diberikan terhadap laporan keuangan kuartal I-2019.
BEI juga mengenakan sanksi berupa Peringatan Tertulis III dan denda sebesar Rp 250 juta kepada Garuda. Sanksi itu sesuai dengan Peraturan BEI Nomor I-H tentang Sanksi.
Setelah merilis kembali laporannya keuangannya, Garuda ternyata net loss atau rugi bersih sebesar US$ 175,028 juta atau sekitar Rp 2,4 triliun (kurs Rp 14.000) di tahun 2018.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar