Minggu, 22 Desember 2019

Miangas, Jangan Menangis Lagi

Mari berkenalan dengan Miangas, sebuah pulau terdepan di ujung utara Indonesia.

Dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai ke Rote. Begitulah penggalan sebuah lagu produk makanan yang turut memperkenalkan nama Miangas. detikcom melakukan ekspedisi Tapal Batas bersama Bank BRI ke Miangas. Perjalanan ini dilakukan dari tanggal 8-15 September 2019.

Tim detikcom tiba di Miangas pada hari Minggu (8/9). Sesaat sebelum landing di Miangas, terlihat jelas betapa kecilnya pulau ini. Hijau dengan lambaian nyiur kelapa, Miangas semakin membuat saya penasaran.

Begitu menginjakkan kaki di Miangas, saya bergegas mencari tahu pejabat daerah setempat. Rasa penasaran mengalahkan rasa lelah akibat penerbangan subuh yang saya lalui.

Miangas rupanya adalah sebuah kecamatan khusus di Kabupaten Talaud, Sulawesi Utara. Miangas dikelapai oleh camat khusus, Sepno Lantaa.

"Jumlah penduduk yang ada di Miangas 1.012 jiwa. Ini sudah termasuk yang menetap dan satuan petugas. Penduduknya 96 persen beragama kristen," ujar Sepno.

Ya, sebagai pulau terdepan yang berbatasan dengan Filipina, Miangas juga dijaga oleh petugas TNI. Petugas yang berjaga di pulau ini adalah Koramil, TNI-AL, dan TNI-AD.

Mengemban pangkat camat khusus, Sepno bertugas dengan beban setengah bupati. Karena berada jauh dari Kabupaten Talaud, camat khusus Miangas diberi kewenangan untuk mengurus surat-surat dan dokumen penting seperti tanah dan pernikahan.

Penduduk Miangas mencari nafkah dengan melaut, berdagang dan berkebun. Hasil laut yang dimiliki Miangas sebenarnya sangat kaya. Bayangkan saja, pulau kecil ini di kelilingi oleh lautan lepas.

Lobster, kepiting sampai kakap merah bisa didapatkan jika laut sedang bersahabat. Sayangnya, Miangas berteman akrab dengan cuaca ekstrem. Gelombang tinggi dan angin kencang, membuat hasil laut sepi.

Apalagi, perahu yang digunakan masih tradisional berupa motor tempel atau pamboat. Pamboat bisa diisi 2-3 orang dalam cuaca bagus. Kalau angin kencang, tak ada pamboat yang berani melaut.

Saat cuaca ekstrem, masyarakat akan kembali ke darat untuk berkebun. Hasil utama dari kebun ini adalah kelapa. Buah kelapa yang dipanen akan dijadikan kopra. Kopra kemudian kembali diolah untuk menghasilkan minyak kelapa.

Yang membuat pulau ini tak biasa adalah organisasi adat yang masih diteruskan dari jaman leluhur. Ketua adat memiliki peran penting dalam memimpin hukum masyarakat.

Jabatan ketua adat akan dipegang oleh dua orang dengan gelar Mangkubumi 1 dan Mangkubumi 2. Di bawahnya ada 12 suku adat yang masing-masing diwakilkan oleh 2 kepala suku.

Kebetulan, ketua ada yang ada di sana adalah Mangkubumi 2. Mangkubumi 1 sedang dalam perjalanan menuju Kota Melonguane, ibukota Talaud. Dari Mangkubumi 2 ini saya tahu arti nama Miangas.

"Miangas artinya menangis. Nama itu diberikan oleh leluhur kami," ujar Ismael Essing sebagai Mangkubumi 2.

Saya terdiam cukup lama. Kenapa diberi nama menangis?

"Miangas masuk ke dalam kepulauan Talaud. Namun, pulau-pulau lain bagaikan saudara yang berdekatan. Sedangkan Miangas sendirian di laut lepas. Ini kenapa pulau ini menangis karena sendirian," jelas Ismael.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar