Selasa, 24 Desember 2019

Liburan ke Rote, Awas Kambing Loncat

Serius bukan bercanda. Saat liburan ke Rote dan berkendara, hati-hati ada kambing loncat!

20-26 Agustus 2019, tim Tapal Batas detikcom bersama Bank Rakyat Indonesia (BRI) menjelajahi Kabupaten Rote Ndao di NTT. Kabupatennya berupa kepulauan dengan total 96 pulau. Namun, hanya 7 pulau yang berpenghuni dengan Pulau Rote sebagai yang paling besar.

Frengky, seorang masyarakat setempat menemani perjalanan kami. Menurutnya, ada satu hal yang menarik di Rote dan mungkin tidak ada di kota-kota seperti di Jakarta atau kota lainnya di Pulau Jawa.

"Di sini banyak kambing loncat," katanya sambil tertawa.

Kami yang saat itu sedang dalam di mobil juga ikut tertawa. Kami pikir, Frengky ini bercanda karena memang dirinya suka sekali berguyon. Tapi seketika, apa yang dia bilang sungguh terjadi.

"Wah awas pak, itu ada kambing," kata salah seorang dari kami.

Benar saja, beberapa ekor kambing melintasi jalanan. Jumlahnya tak hanya satu dua, tapi mungkin ada belasan. Kambing-kambing itu pun tak menghiraukan mobil kami.

"Itu sudah (maksudnya itu seperti yang saya bilang-red). Di sini masyarakatnya hidup dengan berternak, sehingga hewan-hewan ternak seperti kambing dan babi dilepasliarkan di jalanan," terang Frengky.

Menurut Frengky, hewan ternak yang berkeliaran di jalanan adalah hal yang biasa. Oleh sebab itu, para pengendara bakal lebih berhati-hati saat berkendara.

"Wisatawan juga harus hati-hati, jangan sampai menabrak toh. Benar ada yang kambingnya sampai loncat melintas di depan mobil," tegas Frengky.

Kalau sampai tertabrak, berarti harus ganti rugi. Namun Frengky berujar, kalau jarang sekali ada pengendara menabrak hewan ternak.

"Lucunya, kalau wisatawan itu malah foto-foto. Tidak ada di Jakarta seperti ini kah?" ujarnya sambil tersenyum.

Ya, kambing loncat menjadi cerita yang unik dari Rote. Pulau paling selatan di Indonesia ini tak hanya memiliki bentang alam yang indah, tapi juga budaya, masyarakat dan kehidupannya begitu menarik.

Untuk mengetahui informasi dari program ini ikuti terus berita tentang Tapal Batas di tapalbatas.detik.com

Menikmati Tari Dolalak di Purworejo, Sambut Tahun Kunjungan Wisata 2020

Purworejo siap menyambut tahun kunjungan wisata 2020. Hal itu ditandai dengan ribuan orang menari Dolalak.

Untuk menyambut tahun kunjungan wisata 2020 atau sering disebut sebagai Romansa Purworejo 2020, warga Purworejo yang terdiri dari siswa siswi SD, SMP, SMA sederajat, mahasiswa dan masyarakat umum secara massal menari Dolalak di alun-alun kota Purworejo, Sabtu (14/9/2019) sore. Sedikitnya 5.600 penari terjun di tengah alun-alun dan menari bersama.

"Tarian Dolalak massal ini dalam rangka menyongsong tahun kunjungan wisata Purworejo 2020. Di luar dugaan, target kita rencananya dengan 5.000 penari tapi ini bisa mencapai 5.600 penari," kata Bupati Purworejo, Agus Bastian saat ditemui detikcom usai tarian digelar.

Tak mau ketinggalan, Agus Bastian bersama pejabat Forkopimda pun ikut membaur dan menari bersama ribuan penari. Tarian Dolalak dipilih karena merupakan tarian khas yang sudah menjadi ikonnya Purworejo. Bahkan, Dolalak telah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda nasional oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada 16 Agustus 2019 lalu.

"Ya tentunya karena Dolalak merupakan tarian khas yang menjadi ikonnya Purworejo, makanya kita memilih untuk menyajikan tarian dolalak. Besok para turis yang berkunjung di Purworejo juga akan kami ajak menari. Ini baru pemanasan, nanti akan kita adakan lagi dengan jumlah yang lebih banyak," lanjutnya.

Diiringi dengan suara musik tradisional berupa kendang, rebana, bedug atau jidur dan musik tardisional lain, ribuan penari Dolalak berlenggak lenggok dengan rampak dan apik di tengah Alun-alun terbesar se Jawa itu. Masyarakat pun tumplek blek meyaksikan pagelaran tersebut.

Tari Dolalak sendiri merupakan peninggalan zaman penjajahan Belanda. Nama Dolalak diambil dari tangga nada Do dan La karena awalnya tarian ini hanya diiringi dengan alat musik dua nada. Menurut sejarahnya, tarian tersebut terinspirasi dari perilaku serdadu Belanda ketika beristirahat di camp mereka saat masa penjajahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar