Selasa, 31 Desember 2019

Tersesat di Yogyakarta

Tak ada yang mau tersesat saat berwisata. Yogyakarta memang punya beberapa destinasi menarik, tapi jangan sampai tersesat karena tak tahu rute perjalanan.

Waktu menunjukkan pukul 17.30 WIB. Kami bertiga, aku, dan dua sahabat perempuanku si gadis rumahan, baru saja mengitari kemegahan Candi Borobudur setelah menyusuri Pantai Parangtritis juga Hutan Mangunan Dlingo. Di sana kami telah memesan penginapan selama 2 malam untuk 3 orang.

Gadis Rumahan adalah defenisi anak perempuan yang tak pernah keluar dari kota di mana mereka tinggal karena kekhawatiran, ketidakpahaman alur naik turunnya transportasi saat menuju kota lain, dan minimnya izin dari orang tua untuk pergi jauh.

Pada saat berjalan bersama, mereka bingung harus berbuat apa saat berada di tempat-tempat yang baru. Jangankan cetak tiket kereta, membaca google maps saja belum bisa. Bahkan mereka tidak tahu kereta apa yang akan kami naiki dan di stasiun mana kami akan turun. Padahal e-ticket sudah dishare di grup.

Kesimpulannya adalah perjalanan kali ini diserahkan padaku oleh dua temanku ini dan orangtua mereka. Padahal, aku juga orang Sumatera yang tak tahu apa-apa lika-liku jalanan Yogyakarta.

Satu-satunya yang bisa aku andalkan dari mereka berdua adalah SIM C yang dimiliki masing-masingnya sementara SIM C ku sudah mati. Kepemilikan ini membuat kami memutuskan untuk menyewa 2 motor selama di sana, 3 hari 2 malam.

Hanya berselang 45 menit dari Candi, jalanan mulai sepi, sebelah kiri dan kanan dipenuhi sawah dan gelap. Benar-benar seperti tidak ada kehidupan, padahal itu baru jam 6 sore. Meski sesekali memang ada 1 2 rumah yang kami lewati, tetapi itu tidak terlalu membantu. Tidak ada petunjuk jalan dan lampu penerang.

Bersamaan dengan itu, sinyal kartuku hilang, benar-benar hilang. Saat itu aku menyembunyikan kekhawatiran dan ketakutanku. Tidak mungkin aku sampaikan kepada mereka berdua, mereka bisa panik karena posisi kita yang berada di tengah jalanan gelap itu. Perasaanku semakin tidak enak saat menyadari baterai hp yang tinggal 30% sedangkan 2 hp lainnya sudah mati sedari siang.

Sebelumnya, peristiwa semacam ini juga kami alami saat menuju Pantai Parangtritis dan Hutan Pinus Mangunan Dlingo, tetapi karena hari masih siang, kami dibantu oleh masyarakat sekitar. Tetapi kali ini tidak ada yang bisa membantu.

Aku merasa hari itu betul-betul defenisi let's get lost. Perjalanan pulang pada malam itu lebih menyeramkan dari yang aku bayangkan.

Setelah 1 jam perjalanan, akhirnya aku melihat toko yang terdapat lemari kaca yang diberi lampu. Di sana berderet dijual beberapa kartu provider, bisa aku beli untuk menyelamatkan HP-ku yang tidak memiliki sinyal.

Aku pun meminta temanku yang membawa motor untuk mendekat ke sana. Aku memilih salah satu provider yang menjadi penyelamat. Akhirnya kami tiba di jalan besar menuju Yogya hingga sampai ke hotel.

Yogyakarta dan Magelang adalah dua kota yang memiliki situs warisan dunia yang begitu memesona untuk dinikmati. Untuk menuju ke sana bersama 2 gadis rumahan mengandalkan motor tidak bisa dikatakan mudah. Lelah dan nyasar ini benar-benar terbayar saat menatap langsung keindahan Candi Prambanan dan Candi Borobudur.

Persis seperti perjalanan di atas, berkelana dan sedikit nyasar di kota yang memiliki tempat-tempat megah dan memukau tentu bukan hal yang perlu dikhawatirkan. Semakin jauh tersesat, semakin banyak yang akan dilihat. Ini pulalah yang menjadi alasanku mengapa Dubai, salah satu kota terpadat di Uni Emirat Arab ingin aku kunjungi. Tersesat dan melihat yang memikat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar