Rabu, 25 Desember 2019

Sensasi Pendakian Gunung Raung Melalui Kalibaru Banyuwangi

Gunung Raung di Kecamatan Banyuwangi sudah dikenal puluhan tahun oleh pendaki di Indonesia. Selain panoramanya, Raung punya Puncak Sejati yang menantang.

Gunung Raung merupakan gunung yang layak dikatakan gunung paling ekstrem di Pulau Jawa. Gunung ini menjulang di antara Kabupaten Banyuwangi, Bondowoso, dan Jember. Raung memiliki beberapa spot puncak, dan satu yang merupakan puncak kebanggaannya yaitu Puncak Sejati.

"Ada beberapa puncak yang juga menantang. Ada puncak Bendera, Puncak 17, puncak tusuk gigi dan Puncak Sejati. Masing-masing memiliki karakter berbeda," ujar Bayu Hari, salah satu pengurus sekretariat pendakian Raung di Dusun Wonorejo, Kalibaru Wetan kepada detikcom, Sabtu (7/9/2019).

Puncak Bendera, tambah Bayu, adalah batas dari vegetasi. Bendera pertama ditancapkan saat memulai mencari jalur pendakian Gunung Raung dinobatkan sebagai nama lokasi itu oleh Pataga Surabaya.

Perkumpulan pendaki dari Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya ini, merupakan pembuka jalur pendakian Gunung Raung di Kecamatan Kalibaru. Selanjutnya, mereka menamakan puncak selanjutnya, yakni Puncak 17, mengacu nama dari universitas mereka.

"Untuk puncak Tusuk Gigi itu, jika dilihat dari jauh, bebatuan yang ada di puncak itu membentuk seperti barisan tusuk gigi. Padahal besar-besar batunya. Segede lemari gitu. Sementara Puncak Sejati itu adalah puncak tertinggi Raung 3.344 meter di permukaan air laut," tambahnya.

Untuk mencapai puncak, kata Bayu, pendakian bisa dilakukan selama 4 hari 3 malam. Namun, durasi bisa dipercepat seiring dengan kemampuan pendaki. Beberapa pos pun harus dilalui para pendaki. Mulai pendakian dari sekretariat di Dusun Wonorejo menuju camp 4. Selanjutnya adalah camp 7 sebagai lokasi favorit para pendaki untuk bermalam.

"Malam keduanya dari camp 7 pagi sekitar jam 2 atau 3 dini hari sudah trekking ke puncak sejati," tambahnya.

Hanya untuk mencapai itu, ada beberapa spot berbahaya yang menantang bagi para pendaki Raung. Para pendaki menamakannya Sirotol Mustakim. Jalur ini adalah jalur sempit dengan kanan kiri dari jalur itu adalah jurang ribuan meter kedalamannya menuju Kawah Raung yang terbilang terluas kedua se-Indonesia.

"Yang berbahaya setelah puncak bendera. Ada Sirotol Mustakim ada 4 titik yang rawan," tambahnya.

Bayu menambahkan, untuk pendakian ke Gunung Raung wajib didampingi oleh guide. Masing-masing guide bisa mengawal 5 sampai 7 pendaki. Para pendaki wajib melaporkan kegiatan pendakian baik saat naik atau setelah turun dari gunung. Hal itu mutlak dilakukan sebagai penyelamatan bagi pendaki jika terjadi hal-hal yang tak diinginkan.

Sementara, untuk logistik, kata Bayu, pendaki wajib membawa sendiri kebutuhan mereka. Masing masing harus mengetahui kebutuhannya selama dalam pendakian. Suhu ekstrem juga kadang terjadi di puncak Raung. Pendaki hanya bisa melakukan aktivitas di bawah jam 10 pagi. Karena kondisi cuaca di Puncak Raung tak menentu.

"Untuk peralatan tidak seperti pendakian di gunung lain. Harus lengkap. Mulai jaket tebal, tali hingga peralatan pendakian harus lengkap. Air di atas Raung tidak ada. Pendaki hanya membawa bekal minum tidak untuk mandi. Yang paling penting adalah mental harus teruji," pungkasnya.

Sementara itu, salah satu pendaki dari Jakarta, Hana mengaku mendapatkan pengalaman yang menarik di pendakian perdananya di Gunung Raung. Mulai keindahan perjalanan menuju Puncak Raung hingga sensasi mencapai Puncak Sejati, puncak tertinggi dari Gunung Raung.

"Tentu menguras tenaga banget. Tapi semua terbayar selama perjalanan tebing-tebingnya indah, ada lautan awan hingga kepuasan naik ke puncak gunung ini. Tak terbayarkan keindahan di sana," ujarnya.

Apakah traveler tertarik mendaki puncak Gunung Raung?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar