Bangsal Pagelaran yang merupakan bangunan utama Keraton ini terlihat begitu megah. Pagelaran merupakan area paling depan yang pada masa lalu sebagai tempat para abdi dalem menghadap Sultan ketika upacara-upacara Kerajaan dan bangunan di mana terdapat gerbang-gerbang tersebut merupakan tempat menunggu tamu-tamu untuk menghadap Sri Sultan. Menurut sumber informasi Keraton Yogyakarta (www.kratonjogja.id) secara umum Kawasan Keraton Yogyakarta terdiri dari serangkaian ruang dan bangunan yang memiliki nama dan fungsi tertentu. Serangkaian ruang terbuka dalam Keraton disebut Pelataran.
Bangunan yang berada pada masing-masing Pelataran terdiri dari dua tipologi yang dikelompokkan berdasarkan struktur penyangga atap, yang pertama adalah bangsal, yaitu bangunan yang memiliki deretan tiang sebagai penyangga atap dan tidak memiliki dinding sebagai penyangga atap. Tipologi yang kedua adalah gedhong yang memiliki struktur penyangga atap berupa dinding. Kawasan inti di Keraton Yogyakarta tersusun dari tujuh rangkaian pelataran mulai dari Alun-Alun utara hingga Alun-Alun Selatan, secara singkatnya:
1. Pagelaran dan Sitihinggil Lor
2. Kamandungan Lor
3. Srimanganti
4. Kedhaton yang merupakan pelataran utama yang memiliki tataran hierarki tertinggi dalam kawasan Keraton Yogyakarta
5. Kemagangan yang saat ini digunakan untuk pementasan wayang kulit maupun beberapa kegiatan lainnya.
6. Kamandungan kidul yang merupakan salah satu bangsal tertua di Keraton Yogyakarta
7. Sitihinggil Kidul yang dahulu berfungsi sebagai tempat raja menyaksikan latihan para prajurit sebelum upacara Garebeg.
Di halaman Belakang Pagelaran terdapat dua buah relief perjuangan melawan penjajahan, di sisi kiri dari arah berjalan terdapat relief perjuangan Pangeran Mangkubumi. Menurut sumber sejarah informasi Keraton Yogyakarta (www.kratonjogja.id), Pangeran Mangkubumi adalah seorang ahli strategi militer ulung dan sejak awal sudah tidak suka dengan kelicikan VOC. Setelah keluar dari lingkup istana Mataram karena ketidaksukaannya terhadap pengaruh VOC, Pangeran Mangkubumi memulai serangan terbuka. Hanya dalam hitungan bulan hampir seluruh wilayah Kerajaan Mataram sudah berada di bawah kekuasaan Pangeran Mangkubumi.
Perlawanan sengitnya terhadap VOC menimbulkan kerugian besar di pihak VOC dan menimbulkan tekanan besar pada Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang berkuasa di Batavia waktu itu, Baron van Imhoff yang jatuh sakit dan kemudian meninggal. Akhirnya, pemegang kuasa VOC untuk wilayah pesisir Jawa Utara Nicholas Hartingh mendapatkan ide untuk mengajukan perundingan dengan Pangeran Mangkubumi, hingga ditandatanganinya perjanjian Giyanti sebagaimana telah dijelaskan di atas dan penobatan Pangeran Mangkubumi sebagai Sultan Yogyakarta pertama dengan gelar Sultan Hamengku Buwono I.
Sifat tegas Sultan Hamengku Buwono I dan upayanya untuk menjauhkan campur tangan pihak asing dalam pemerintahannya menjadikannya salah satu pribadi yang paling disegani penjajah Belanda di tanah Jawa ini. Sultan Hamengkubuwono I terkenal pula keahliannya dalam hal arsitektur dan tata kota. Kita bisa melihat dari tata letak dan megahnya Keraton Yogyakarta. Kompleks Istana air Tamansari yang terkenal itupun juga hasil dari buah pemikirannya. Sultan Hamengku Buwono I wafat pada tanggal 24 Maret 1792.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar