Lukisan purba menyimpan banyak cerita, kadang jadi misteri yang masih belum terpecahkan. Salah satunya ada di Papua, lukisan purba berupa bumerang.
"Lukisan bumerang ditemukan di Situs prasejarah tebing karst Afofo, Kampung Darembang, Distrik Mbahamdandara di Teluk Berau, Kabupaten Fakfak, Papua Barat," kata Hari Suroto, peneliti dari Balai Arkeologi Papua kepada detikcom, Kamis (26/9/2019).
Menurut Hari, lukisan bumerang ini terdapat pada langit-langit ceruk dengan lebar 2 hingga 4 meter, berada pada 3 hingga 5 meter dari permukaan laut. Lukisannya berwarna merah.
Seperti kita ketahui, bumerang merupakan senjata tradisional asli dari negara Australia. Lantas, bagaimana bisa orang Papua melukiskan bumerang?
"Motif bumerang merepresentasikan diaspora maritim antara Pulau Nugini dan Australia," jawab Hari.
Artinya, lukisan bumerang tersebut menunjukkan bahwa telah terjadi penjelajahan lewat laut dari Papua ke Australia atau sebaliknya, penjelajahan yang terencana dan terkoordinasi. Perjalanan laut untuk mencapai Australia atau Papua berarti membutuhkan konstruksi perahu, teknologi pelayaran dan navigasi, kemampuan perencanaan, pertukaran informasi dan sumberdaya untuk mendukung perjalanan laut manusia prasejarah kala itu.
Hari juga punya fakta menarik. Dia berpendapat, puluhan ribu tahun lalu ketinggian permukaan laut antara Papua dan Australia lebih rendah dibandingkan sekarang.
"Sekitar 65.000 hingga 37.000 tahun yang lalu, ketinggian permukaan laut antara Papua dam Australia jauh lebih rendah dibandingkan dengan sekarang, kondisi laut yang dangkal ini memungkinkan manusia dari Australia berpindah ke Papua atau sebaliknya," katanya.
"Di Australia sendiri, gambar bumerang tertua ditemukan di situs arkeologi Arnhem Land, Northern Territory, Australia," lanjut peneliti yang sudah sejak tahun 2008 bertugas di Papua.
Kawasan Teluk Berau mulai dikenal di Eropa tahun 1940, J Roder peneliti Universitas Frankfurt, Jerman, mempublikasikan hasil penelitiannya di kawasan Teluk Berau. Dia beri judul Ergebnisse einer Probegrabung in der Hohle Dudumunir aug Arguni, Mac Cluer Gulf.
"Menurut Roder, lukisan berwarna merah dibuat oleh manusia pada masa mesolitik, berburu binatang dan meramu serta hidup berpindah-pindah," tutup Hari.
Negeri di Atas Awan Bukan Korban Viral, Tapi Berkah Viral
Gunung Luhur di Lebak, Banten menjadi viral karena panorama Negeri di Atas Awan. Hal itu disebut sebagai berkah viral, bukan korban viral.
Sejak akhir pekan kemarin pada Sabtu (21/9) Gunung Luhur di Desa Citorek Kidul, Lebak, Banten mendadak viral. Antrean kendaraan wisatawan mengular berkilo-kilometer di sana, demi melihat fenomena Negeri di Atas Awan.
detikcom mendatangi Gunung Luhur pada Rabu (25/9) kemarin. Suasananya tidak seramai pada saat viral kala didatangi banyak wisatawan. Tapi tetap saja, cukup ramai dengan kunjungan sekitar ratusan orang.
Kami lalu berbincang dengan Narta atau yang biasa disapa Jaro Atok sebagai Kepala Desa Citorek Kidul. Kami bertanya soal kemacetan parah yang terjadi di Gunung Luhur pada akhir pekan lalu.
"Itu sungguh kami tidak menyangka akan seramai itu. Sungguh benar-benar tidak menyangka," terangnya.
Jaro Atok menjelaskan, sebenarnya Gunung Luhur sudah dibenahi menjadi destinasi wisata sejak 8 bulan lalu. Tapi, yang datang belum ramai.
Puncaknya, pada akhir pekan kemarin. Media sosial dihebohkan dengan kemacetan panjang di Gunung Luhur. Macetnya bukan sampai 7 kilometer tapi sampai 9 kilometer!
"Mungkin karena media sosial, anak-anak muda di sini posting-posting jadinya orang-orang melihat dan datang ke sini. Dari Jakarta juga banyak sekali yang datang," terangnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar