Minggu, 22 Desember 2019

ISTAfest, Penghargaan Pariwisata Berkelanjutan Kelas Dunia

Penghargaan di bidang pariwisata atau ISTAfest 2019 kembali digelar. Penghargaan ini diharapkan mampu mendorong pariwisata Indonesia berkelanjutan kelas dunia.

Ajang Indonesia Sustainable Tourism Awards Festival (ISTAfest) 2019 kembali diadakan. Di tahun ketiganya diharapkan kegiatan ini mampu mempercepat terwujudnya Indonesia sebagai destinasi pariwisata berkelanjutan kelas dunia.

"Tahun ini adalah tahun ketiga ISTAfest diadakan. Setiap tahunnya peserta semakin meningkat dan di tahun ini berjumlah 263 dimana di tahun 2018 hanya 176 peserta," ujar ketua panitia Dadang Rizki Ratman sekaligus Deputi Pengembangan Destinasi Pariwisata di Ballroom the Ritz-Carlton Jakarta, Kamis (26/9/2019).

Dadang juga menyebutkan bahwa kegiatan ini tidak sekedar memberi penghargaan saja, namun juga ajang untuk mempromosikan destinasi pariwisata juga.

"Ini tidak sekedar memberi penghargaan bagi yang sudah menerapkan konsep pariwisata berkelanjutan. Namun juga ajang promosi wisata,"tambahnya.

Menpar Arief Yahya pun mengutarakan bahwa untuk pengembangan industri dan usaha pariwisata dapat diukur bukan dengan 3 aspek. Melainkan sudah ditingkatkan menjadi 3P yaitu people, planet, profit menjadi prosperity, peace, dan patnership.

Selain itu Menpar Arief juga menegaskan betapa pentingnya pengembangan pariwisata berkelanjutan. Tak hanya properti namun juga untuk warga dan lingkungan.

"Peran CEO Commitmen atau keberpihakan pemimpin daerah untuk sektor pariwisata sangat penting. Sebelum bangun usaha bangun dulu masyarakat dan alamnya, jadi semakin lestari dan memakmurkan juga. Makanya sustainable touris mustahil terwujud bila tidak ada CEO commitment ini," ujar Arief.

Terdapat perbedaan ISTAfast 2019 dengan tahun sebelumnya. Dalam pelaksanaanya dibagi menjadi 3 rangkaian yaitu ISTA Forum, ISTA Mart, dan ISTA Awards.

Terdapat 4 kategori yang dilihat di ISTAfest 2019 yaitu dari segi kelola, ekonomi, sosial budaya dan lingkungan. Penghargaan juga diberikan kepada Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) dan penghargaan pada Green Hotel Award.

Khusus hotel, ada 10 hotel yang terbaik mewakili di ajang internasional di Brunei Darussalam. Selanjutnya juga diberikan penghargaan kepada perguruan tinggi yang telah melaksanakan Program Pembangunan Desa Wisata melalui pendampingan sebagai tindak lanjut dari MoU antara Kemenpar dengan perguruan tinggi.

Misteri Lukisan Purba di Papua: Gambarnya Bumerang

Lukisan purba menyimpan banyak cerita, kadang jadi misteri yang masih belum terpecahkan. Salah satunya ada di Papua, lukisan purba berupa bumerang.

"Lukisan bumerang ditemukan di Situs prasejarah tebing karst Afofo, Kampung Darembang, Distrik Mbahamdandara di Teluk Berau, Kabupaten Fakfak, Papua Barat," kata Hari Suroto, peneliti dari Balai Arkeologi Papua kepada detikcom, Kamis (26/9/2019).

Menurut Hari, lukisan bumerang ini terdapat pada langit-langit ceruk dengan lebar 2 hingga 4 meter, berada pada 3 hingga 5 meter dari permukaan laut. Lukisannya berwarna merah.

Seperti kita ketahui, bumerang merupakan senjata tradisional asli dari negara Australia. Lantas, bagaimana bisa orang Papua melukiskan bumerang?

"Motif bumerang merepresentasikan diaspora maritim antara Pulau Nugini dan Australia," jawab Hari.

Artinya, lukisan bumerang tersebut menunjukkan bahwa telah terjadi penjelajahan lewat laut dari Papua ke Australia atau sebaliknya, penjelajahan yang terencana dan terkoordinasi. Perjalanan laut untuk mencapai Australia atau Papua berarti membutuhkan konstruksi perahu, teknologi pelayaran dan navigasi, kemampuan perencanaan, pertukaran informasi dan sumberdaya untuk mendukung perjalanan laut manusia prasejarah kala itu.

Hari juga punya fakta menarik. Dia berpendapat, puluhan ribu tahun lalu ketinggian permukaan laut antara Papua dan Australia lebih rendah dibandingkan sekarang.

"Sekitar 65.000 hingga 37.000 tahun yang lalu, ketinggian permukaan laut antara Papua dam Australia jauh lebih rendah dibandingkan dengan sekarang, kondisi laut yang dangkal ini memungkinkan manusia dari Australia berpindah ke Papua atau sebaliknya," katanya.

"Di Australia sendiri, gambar bumerang tertua ditemukan di situs arkeologi Arnhem Land, Northern Territory, Australia," lanjut peneliti yang sudah sejak tahun 2008 bertugas di Papua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar