Minat traveler untuk menyewa alat pendakian gunung dan kemping terjun bebas di tengah wabah virus Corona. Pemilik persewaan pun memilih untuk libur sementara atau memangkas jam kerja.
Pariwisata minat khusus terpengaruh signifikan oleh wabah virus Corona. Taman nasional dan gunung-gunung di seantero Indonesia ditutup untuk menekan penyebaran COVID-19.
Imbasnya, persewaan peralatan pendakian gunung dan kemping tak ada peminat. Sepekan terakhir, mereka tak mendapatkan pelanggan.
Yogi Nugraha, 32 tahun, pemilik Tarakash Outdoor Equipment Rent & Laundry di Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat, memutuskan untuk menutup persewaan miliknya. Ini pekan kedua dia menutup usahanya.
"Biasanya seminggu bisa 10-20 kelompok penyewa, namun sejak ada imbauan dan keputusan taman nasional ditutup, kami juga ikut tutup," kata Yogi dalam perbincangan dengan detikTravel.
Tarakash menyediakan peralatan komplet untuk naik gunung dan kemping. Mulai dari tenda, sleeping bag, sepatu, hingga alat memasak.
"Awal Maret masih ada penyewa, namun setelah Bandung dinyatakan ,muncul kasus Corona, peminat mulai sepi. terakhir penyewa hanya dua kelompok," dia menjelaskan.
Sejauh ini, pria yang akrab disapa Ahong itu hanya bisa mengikuti arahan pemerintah untuk tinggal di rumah dan #jagajarakdulu.
"Belum ada cara untuk menyiasatinya. Sejauh ini, saya memakai dana yang ada untuk bertahan. Ikuti pemerintah dulu saja," dia menjelaskan.
Langkah serupa dijalani oleh persewaan peralatan naik gunung dan kemping di Jatinangor lainnya, Alment. Salah satu karyawan Alment, Ryan Wijaya menyebut lapak mereka sudah tutup sejak pekan lalu.
Sementara itu, pemilik persewaan peralatan pendakian gunung dan kemping ber-home base di Purwokerto, Peak Artventure, Fredi Aji Primadani, memilih untuk tetap membuka usahanya.
Jika biasanya melayani 20-30 orang pesewa, kini tak seorangpun pun memanfaatkan jasa peminjaman di Peak Artventure. Kendati sepi pelanggan, Fredi tetap membuka toko dengan pengurangan jam kerja. Mereka melayani jasa pengisian ulang gas untuk mahasiswa Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.
"Sepi banget pelanggan makanya jam kerja dikurang. Dari yang biasanya mulai pukul 10.00 hingga 22.00 kini menjadi mulai buka pukul 14.00 hingga pukul 21.00," ujar Fredi.
"Persewaan sama sekali enggak jalan, penjualan juga, Tapi, kami masih melayani refill gas. Di area ini kebanyakan anak kos, jadi mereka masih membutuhkan untuk pengisian ulang gas," Fredi menambahkan.
"Kami berusaha saja, kalau ditutup kami malah enggak ada aktivitas sama sekali," Fredi menambahkan.
Karantina ala Crazy Rich Asians: Beli Pulau Pribadi
Pandemi corona berdampak pada siapa saja, termasuk para Crazy Rich Asians yang punya kekayaan mumpuni. Mereka pun mengkarantina diri dengan cara berbeda.
Adalah para orang super kaya Asia atau yang dikenal dengan Crazy Rich Asians, yang juga ikut mengkarantina diri di tengah pandemi corona ini. Hanya tak seperti orang awam yang mengisolasi diri di rumah, mereka punya pendekatan yang cukup berbeda.
Dikumpulkan detikcom dari berbagai sumber, Rabu (1/4/2020), banyak dari mereka yang memilih untuk membeli pulau pribadi dan mengkarantina diri di sana seperti diberitakan media South China Morning Post.
Hal itu pun diketahui lewat lonjakan permintaan di kalangan sales agent penjual pulau yang dikabarkan berasal dari para orang-orang terkaya Asia. Disebutkan, banyak yang mencari pulau pribadi untuk investasi jangka panjang sekaligus tempat berlindung dari corona.
Fakta menarik lainnya, sebuah pulau pribadi bisa dijual dengan harga sekitar USD 100 juta atau sekitar Rp 1,6 triliun. Namun, nyatanya ada loh pulau yang dijual seharga USD 55 ribu (Rp 905 juta) atau setara dengan harga normal apartemen di Hong Kong.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar