Seorang gadis berusia 12 tahun di India, Jamlo Madkam, meninggal setelah nekat mudik ke kampung halaman dengan berjalan kaki sejauh 200 kilometer di tengah lockdown karena wabah virus Corona COVID-19.
Seperti dilansir dari laman CNN, gadis tersebut menghembuskan napas terakhir beberapa jam sebelum tiba di kampung halamannya.
Menurut laporan tersebut, Jamlo bekerja sebagai buruh tani di ladang cabai di Desa Perur, kawasan selatan Negara Bagian Telangana. Dia berharap bisa kembali bekerja setelah lockdown diperkirakan berakhir pada 14 April lalu, tetapi kemudian diperpanjang hingga bulan Mei.
Sehari setelah perpanjangan tersebut, Jamlo bersama 11 orang lain, termasuk iparnya, memutuskan pulang ke kampung halaman mereka di Negara Bagian Chattisgarh, di kawasan tengah India, karena tidak punya uang. Mereka nekat berjalan kaki karena tidak yakin kapan lockdown akan selesai. Setelah berjalan selama tiga hari, Jamlo meninggal akibat kelelahan.
"Mereka berjalan melalui wilayah pegunungan selama tiga hari untuk menghindari polisi. Kami diberitahu bahwa Jamlo tidak makan apapun pada pagi hari itu karena merasa perutnya tidak enak dan sempat muntah. Kami menduga ada ketidakseimbangan elektrolit yang memicu kematiannya," kata Kepala Dinas Kesehatan Chattisgarh, B R Pujari.
Sebanyak 11 perantau lain yang ikut dalam perjalanan itu dikarantina selama 14 hari, dan darah mereka telah di tes saat diperiksa. Setelah dilakukan pemeriksaan pasca meninggal, petugas menyatakan Jamlo tidak terinfeksi virus Corona.
Pemerintah India memberlakukan lockdown pada 25 Maret lalu untuk menekan penyebaran virus Corona. Hal itu membawa dampak negatif terhadap sejumlah perantau yang mencari nafkah di kota besar.
Karena tempat mereka bekerja tutup akibat lockdown, para perantau tersebut banyak yang memutuskan pulang kampung karena tidak mampu membayar sewa tempat tinggal di kota.
Sebagian besar pemudik harus berdesakan di dalam bus yang jumlahnya terbatas dan mengabaikan aturan menjaga jarak.
Sedangkan yang lainnya, seperti Jamlo, terpaksa berjalan kaki untuk sampai ke kampung halaman mereka.
Curhat Dokter saat Gagal Sembuhkan Pasien Corona dengan Plasma Darah
Seorang dokter spesialis paru di California, Amerika Serikat, menceritakan pengalamannya saat menangani pasien Corona. Ia melakukan terapi donor plasma darah dari pasien sembuh Corona seperti yang berhasil dilakukan tenaga medis di China.
Dr George Yu melakukan terapi ini pada pasien bernama Dwight Everett berusia 65 tahun yang sudah dinyatakan sembuh dari Corona, dan Ron Shirley berusia 80 tahun, masih dalam perawatan medis.
"Ketika menyaksikan Ron menggunakan ventilator, di pikiranku adalah Dwight yang sudah sembuh," ungkapnya dikutip The Los Angeles Times pada Rabu (22/4/2020).
Pertama-tama ia mencocokkan golongan darah antara keduanya. Keduanya memiliki golongan darah yang sama. Everett sendiri diketahui sudah sembuh dari Corona selama 2 minggu dan tak keberatan mendonorkan plasma darahnya.
Ron saat itu dalam kondisi kritis dan dirawat di rumah sakit Pleasent Valley St John di Camarillo. dr George menyadari kalau ia tak punya waktu banyak untuk rangkaian pengobatan di rumah sakit yang cukup panjang.
Akhirnya setelah dilakukan transfusi plasma darah, Ron kondisinya sedikit membaik. Namun sayangnya virus Corona sudah terlanjur merusak beberapa organ tubuhnya sehingga ia dilaporkan meninggal pada 9 April lalu.
Semenjak kepergian Ron ini, plasma darah Everett digunakan untuk dua pasien Corona lainnya. Kemungkinan akan lebih banyak lagi penyintas Corona yang ingin menyumbangkan plasma darahnya.
"Kami melihat beberapa tanda yang menjanjikan dari transfusi plasma darah yang telah kami lakukan," kata Lynn Jeffers, kepala rumah sakit tersebut.
Meski transfusi plasma darah kali ini tak berhasil. Jeffers masih optimis bahwa terapi ini bisa bekerja pada pasien Corona lain dan menjadi obat potensial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar