Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menyatakan tidak bertanggung jawab atas peningkatan jumlah kasus keracunan yang dialami penduduk AS, usai pernyataannya guna menghalau virus corona.
Seperti dilansir CNN, Selasa (28/4), ketika ditanya tanggapannya soal pertambahan jumlah kasus keracunan tersebut, Trump mengatakan, "Saya tidak tahu kenapa."
Para jurnalis dalam jumpa pers kembali bertanya apakah dia merasa turut bertanggung jawab, Trump mengatakan, "Tentu tidak."
Badan Pusat Pengendalian Racun Kota New York melaporkan menangani lebih dari 30 kasus keracunan, sejak Trump melontarkan pernyataan kontroversial tersebut.
Badan Pusat Pengendalian Racun melaporkan menerima sembilan kasus keracunan akibat terpapar cairan Lysol, sebuah produk disinfektan buatan perusahaan AS.
Badan tersebut juga menerima laporan 10 laporan keracunan cairan pemutih dan 11 kasus terpapar cairan pembersih rumah tangga.
Meski begitu, sejauh ini belum ada laporan kematian atau orang yang dirawat di rumah sakit akibat keracunan bahan disinfektan tersebut.
Pada Kamis pekan lalu, Presiden Trump mengusulkan untuk menyuntikkan disinfektan untuk melindungi orang dari virus corona.
"Saya melihat disinfektan cukup ampuh (mematikan virus) dalam satu menit. Apakah ada cara yang bisa kita lakukan seperti menyuntikkan zat itu, itu akan sangat menarik untuk diuji. Sangat menarik bagi saya," kata Trump.
Pernyataan itu lantas menuai kritik publik lantaran dilontarkan Trump tanpa bukti penelitian ilmiah. Trump lantas mengatakan pernyataan tersebut bernada sarkas yang ditujukan kepada awak media.
Reckitt Benckiser, perusahaan yang memproduksi disinfektan merek Dettol dan Lysol asal Inggris, langsung menyampaikan peringatan untuk tidak memasukkan produk mereka ke dalam tubuh. Menurut mereka hal itu sangat berbahaya.
Uni Emirat Arab Bantu 20 Ton Alat Medis Corona untuk RI
Uni Emirat Arab mengirimkan 20 ton peralatan medis untuk membantu Indonesia menangani penyebaran virus corona (Covid-19) di dalam negeri.
Duta Besar UEA untuk Indonesia, Abdulla Salem Al-Dhaher, menuturkan puluhan ton alat medis itu telah dikirimkan menggunakan pesawat dari Abu Dhabi dan tiba di Jakarta pada Selasa (28/4) pagi.
"Bantuan ini mencerminkan dedikasi UEA sebagai anggota aktif komunitas internasional dalam membantu memerangi pandemi ini. Bantuan hari ini merupakan yang paling besar jika dibandingkan dengan bantuan UEA yang telah diberikan ke negara lain," kata Al-Dhaher dalam jumpa pers virtual serah terima bantuan di Gedung Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada Selasa siang.
Sejauh ini, berdasarkan data Kedubes UEA di Jakarta, negara tersebut telah mengirimkan lebih dari 314 ton bantuan ke 27 negara. Selain mengirim bantuan, UEA juga telah mendukung lebih dari 314 ribu tenaga medis di berbagai negara.
"Meskipun semua negara sedang menghadapi kondisi sulit, kami tetap berkomitmen untuk memberikan bantuan kepada sesama. UEA dan Indonesia memiliki hubungan yang erat. Kami berharap bahwa kita dapat bersama mencegah penyebaran virus tersebut," kata Al-Dhaher.
Sementara itu, dalam jumpa pers yang sama, Sekretaris Utama BNPB Harmensyah, mengatakan puluhan ton bantuan peralatan medis itu terdiri dari 100 ribu APD, 500 ribu sarung tangan, 50 ribu masker medis, 30 ribu sepatu APD, dan 20 ribu hand sanitizer atau pembersih tangan.
Harmensyah menyebut bantuan-bantuan medis itu akan segera didistribusikan meski tak merinci rencana penyalurannya.
Selain UEA, ada delapan negara lainnya yang telah mengungkapkan niat bahkan mengirimkan bantuan bagi Indonesia di tengah pandemi ini.
Menurut Kementerian Luar Negeri, delapan negara itu terdiri dari China, Jepang, Amerika Serikat, Singapura, Vietnam, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar