Keluarga ilmuwan Stephen Hawking dikabarkan menyumbangkan ventilator pribadi milik fisikawan tersebut untuk salah satu rumah sakit di Inggris. Harapannya ventilator itu dapat membantu tenaga medis dan pasien yang sedang menghadapi wabah virus Corona COVID-19.
Stephen Hawking meninggal pada Maret 2018 lalu di usia 76 tahun setelah hampir seumur hidup berjuang dengan penyakit autoimun.
Sang anak, Lucy Hawking, mengatakan ventilator yang disumbangkan ke Royal Papworth Hospital juga sebagai bentuk terima kasih karena dulu telah merawat Stephen.
"Keluarga Professor Stephen Hawking telah menyumbangkan ventilator miliknya untuk Royal Papworth Hospital karena peduli terhadap jumlah pasien COVID-19 yang terus meningkat," kata pihak rumah sakit seperti dikutip dari Al Jazeera, Kamis (23/4/2020).
"Kami sangat berterima kasih pada keluarga Stephen Hawking karena telah memberikan dukungannya di masa sulit ini," lanjut rumah sakit.
Ventilator kini jadi salah satu peralatan medis yang banyak dicari dan mengalami kelangkaan. Alat ini diperlukan untuk membantu pernapasan pasien COVID-19 yang mengalami penurunan fungsi paru-paru.
Dokter Sebut Corona Bisa Sebabkan Stroke Mendadak Pada Pasien Usia Muda
Beberapa dokter asal Amerika Serikat (AS) melaporkan bahwa virus Corona COVID-19 bisa menyebabkan stroke mendadak pada orang dewasa muda di usia sekitar 30 tahun atau lebih.
Dikutip dari CNN International, ahli bedah saraf dari Mount Sinai Health System, New York, Thomas Oxley dan para rekannya memberikan rincian lima orang yang mereka sedang rawat. Semuanya berusia di bawah 50 tahun dan memiliki gejala infeksi virus Corona, baik ringan ataupun tidak bergejala sama sekali.
"Virus itu tampaknya menyebabkan peningkatan pembekuan di arteri-arteri besar, yang menyebabkan stroke parah," ucap Oxley.
"Laporan kami menunjukkan adanya peningkatan tujuh kali lipat dalam kejadian stroke mendadak pada pasien muda selama dua minggu terakhir. Sebagian besar pasien ini tidak memiliki riwayat medis di masa lalu dan tetap berada di rumah dengan gejala ringan," lanjutnya.
Oxley juga menjelaskan kebanyakan dari pasien muda ini awalnya enggan untuk menelpon panggilan darurat atau pergi ke rumah sakit karena merasa khawatir atas kehebohan yang terjadi akibat pandemi virus Corona.
Menurutnya stroke bukanlah hal yang umum terjadi pada orang-orang di usia muda, terlebih stroke pada pembuluh besar di otak. Stroke jenis ini akan menyebabkan kerusakan parah jika tak segera ditangani.
"Setidaknya ada satu pasien yang telah meninggal dan yang lainnya berada di fasilitas perawatan intensif atau di unit stroke. Hanya satu yang sudah pulang, tetapi tetap membutuhkan perawatan yang intensif," tuturnya.
3 Faktor Penyebab Kematian Corona RI Masih Tertinggi di ASEAN
Pada Kamis (23/4/2020), pemerintah mengumumkan adanya penambahan 357 kasus positif virus Corona, sehingga total akumulatif menjadi 7.775 kasus. Sebanyak 960 pasien dinyatakan sembuh dan 647 orang meninggal.
Kasus kematian akibat virus Corona di Indonesia saat ini masih menjadi yang tertinggi se-ASEAN. Di tempat kedua terdapat Filipina yang mencatatkan 462 kasus kematian.
"Kasus meninggal bertambah 11 orang sehingga menjadi 647 orang," kata juru bicara pemerintah untuk penanganan virus Corona COVID-19, Achmad Yurianto, Kamis (23/4/2020).
Menurut Prof dr Ascobat Gani, MPH, DrPH, Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) terdapat tiga faktor yang menjadi penyebab kematian akibat virus Corona di Indonesia masih tetap tinggi.
"Satu, pelayanan kita lemah bisa jadi. Kedua, orang datang pada tingkat keparahan yang sudah tinggi. Ketiga, ada penyakit penyerta," kata Prof Ascobat saat dihubungi detikcom, Kamis (23/4/2020)
Singapura menempati urutan pertama negara dengan jumlah kasus positif virus Corona terbanyak di ASEAN. Namun jumlah kasus meninggal dunia di negara tersebut hanya 12 orang.
Menurut Prof Ascobat,Singapura memiliki kematian yang rendah, salah satu faktornya adalah pelayanan kesehatannya banyak dengan jumlah penduduk yang lebih sedikit. Negara tersebut juga memiliki penyakit komorbid (penyerta) yang jauh lebih rendah dibanding Indonesia.
"Singapura itu kecil, pelayanannya banyak, penduduknya sedikit, dan penduduknya educated," lanjutnya.
"Indonesia angka Tuberkulosis (TBC) nomor dua paling tinggi di dunia. Singapura kan nggak, dan TBC adalah satu faktor penyebab orang mati karena COVID. Ya jelas kita lebih tinggi dong karena ada faktor infeksi sekundernya tinggi," tutupnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar