Senin, 27 April 2020

Corona Hantam Industri Makanan dan Minuman, Ini Datanya

Pandemi COVID-19 di Indonesia membuat banyak industri terpukul. Salah satunya adalah industri makanan-minuman yang penjualannya diperkirakan akan turun 20-40%.

Hal itu berdasarkan survei dari Gabungan Pengusaha Industri Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) .

"Survei kecil-kecilan yang kami lakukan terhadap anggota pada tanggal 2 April, sebelum rapat dengan beberapa kementerian kami hanya dalam waktu tidak sampai sehari itu ada yang menyatakan dari responden 71% menyatakan perkirakan sales akan turun 20-40%," kata dia dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi VI DPR RI secara virtual, Senin (27/4/2020).

Penurunan penjualan tersebut disebabkan oleh penerapan physical distancing, pembatasan sosial berskala besar (PSBB), dan lain sebagainya.

"Dengan adanya physical distancing dan PSBB, dampaknya sangat luar biasa termasuk kegiatan pariwisata berhenti dan tiba-tiba yang sangat tidak disangka-sangka adalah banyak sekali pendapatan masyarakat yang hilang dan turun drastis. Ini yang menjadi bencana bagi industri termasuk industri makanan-minuman," jelasnya.

Bahkan mayoritas anggota Gapmmi tidak terlalu yakin jika penjualan akan tetap stabil di tengah pandemi COVID-19. Sebanyak 39,7% anggota juga yakin jika pembatasan mudik akan mempengaruhi penjualan produk pangan. Namun tidak dijelaskan seperti apa pengaruhnya.

Terkait penjualan, dia menjelaskan memang ada produk-produk yang mengalami kenaikan permintaan, yaitu meliputi susu hingga minyak goreng.

"Meskipun banyak yang turun tapi ada beberapa produk yang masih naik seperti susu, tepung, minyak goreng, biskuit dan sebagainya," tambahnya.

Belajar dari Black Death, Wabah Maut Sebelum COVID-19

Sebelum dunia dirundung virus Corona, wabah maut Black Death pernah merajalela. Apa kita bisa belajar dari pengalaman itu?

Virus Corona bukanlah pandemi pertama di dunia. Sepanjang sejarah, pernah ada beberapa wabah maut di planet ini. Sekarang zaman sudah canggih, tapi bagaimana orang di zaman dulu mengatasi wabah yang mengancam jiwa?

Salah satu wabah besar yang tercatat dalam sejarah adalah Black Death, atau Bubonic Plague yang terjadi tahun 1347-1350. Mungkin bisa diadu dengan COVID-19, mana yang lebih berbahaya.

Dihimpun detikINET, Senin (27/4/2020) berikut perbandingannya dengan COVID-19:

1. Penyakit berbahaya

Black Death adalah julukan untuk penyakit Pes. Menurut Encylopaedia Britannica, Ini adalah penyakit akibat bakteri Yersinia pestis. Penyakit ini ditularkan dari tikus ke manusia dengan perantara kutu.

Penyakit pes ini terbagi 3 yaitu Bubonic Plague atau pembengkakan kelenjar getah bening, Pneumonic Plague atau infeksi paru-paru dan Septicemic Plague atau infeksi pada darah. Yang paling banyak terjadi di Eropa abad ke-14 adalah Bubonic Plague.

Livescience menulis, pasien bisa meninggal hanya dalam 4 hari setelah tertular dengan demam tinggi, muntah, dan kelenjar getah bening bengkak dan pecah. Sungguh mengerikan. Diperkirakan, 25 juta orang atau 30% populasi di Eropa meninggal akibat wabah Pes antara tahun 1347-1351.

Ini masih jauh lebih mengerikan dari COVID-19. Data terbaru COVID-19 mencatat sudah ada 207.000 kematian akibat COVID-19 sampai saat ini

2. Berasal dari China

Seperti halnya COVID-19, Black Death berasal dari China. The New York Times pernah menuliskan artikel bahwa pada tahun 2010 tim ilmuwan dari Prancis, Irlandia dan Jerman mengusut DNA dari tulang abad ke-14 di sejumlah negara dan memetakan jalur perjalanan bakteri pes ini.

Kesimpulannya, Black Death berasal dari China yang terbawa lewat Jalur Sutra ke Eropa. Bahkan Black Death d Afrika Timur di awal abad 15, diduga terbawa dalam rombongan 300 kapal Laksamana Cheng Ho tahun 1409.

Tapi, wabah ini di China tidak terkait dengan jumlah populasinya. Bakteri ini di negara asalnya tinggal di dalam hewan pengerat umum seperti tikus dan marmut. Namun ketika bakteri ini terbawa ke Eropa dengan perantara kutu tikus, bencana pun dimulai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar