Senin, 26 Oktober 2020

WHO: Semakin Sulit Dikendalikan, 5 Negara Ini Catat Kasus COVID-19 Terbanyak

 Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut beberapa negara berada di jalur berbahaya menghadapi pandemi COVID-19. Layanan kesehatan disebut Tedros tengah berada di bawah tekanan bahkan kritis akibat kelebihan kapasitas.

"Kami berada pada titik kritis dalam pandemi COVID-19, terutama di belahan bumi utara," kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam konferensi pers, dikutip dari Reuters.


"Beberapa bulan ke depan akan menjadi sangat sulit dan beberapa negara berada di jalur yang berbahaya," tegasnya.


Ia mendesak pada pemimpin negara untuk mengambil tindakan tegas. Hal ini demi mencegah angka kematian akibat COVID-19 yang terus tercatat.


"Kami mendesak para pemimpin untuk segera mengambil tindakan, untuk mencegah kematian yang tidak perlu lebih lanjut, layanan kesehatan penting diperhatikan dan sekolah ditutup lagi," jelasnya.


Tak hanya di Asia, Corona di Eropa kini kembali mencetak rekor. Penambahan kasus harian di 10 hari terakhir bahkan tercatat dua kali lipat hingga tembus 200 ribu kasus dalam sehari.


Berdasarkan laporan worldometers pada Sabtu (24/10/2020), Amerika Serikat masih menjadi negara dengan kasus COVID-19 paling tinggi. Baik laporan kasus harian dan angka kumulatif COVID-19.


Berikut detail perkembangan kasus Corona tertinggi di dunia:


Amerika Serikat

Kasus baru: 69.785

Total kasus: 8.735.528


India

Kasus baru: 54.028

Total kasus: 7.813.668


Brasil

Kasus baru: 21.022

Total kasus: 5.353.656


Rusia

Kasus baru: 17.340

Total kasus: 1.480.646


Spanyol

Kasus baru: 19.851

Total kasus: 1.110.372


Sementara Indonesia berada di peringkat ke 19 di dunia dengan catatan kasus harian 4.369 sehingga totalnya berada di angka 381.910. Namun, peringkat ke 5 tertinggi di Asia, setelah Irak dan Bangladesh.

https://nonton08.com/curse-of-the-blood-ghouls-1962/


Ahli Ungkap 7 Gejala yang Bisa Jadi Tanda 'Long Covid'


Setelah 10 bulan pandemi Corona melanda beberapa negara di dunia, kasus 'long Covid' kini mulai sering terdengar. Kondisi ini terjadi saat seseorang yang terinfeksi COVID-19 terus-menerus merasakan gejalanya, dalam jangka waktu yang panjang.

Menurut Ravi Tomar pakar kesehatan dari Portland Medical di Croydon, 'long Covid' ini merupakan campuran dari beberapa diagnosis yang dialami seseorang.


"Beberapa bukti menunjukkan 'long Covid' ini sebenarnya merupakan campuran dari diagnosis lain yang diketahui seperti sindrom kelelahan pasca-virus, dan sindrom perawatan pasca-intensif," jelasnya yang dikutip dari Express UK, Sabtu (24/10/2020).


Namun, sampai saat ini penelitian terkait berapa lama 'long Covid' ini berlangsung masih terus dilakukan. Sejauh ini, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan gejala Corona bisa berlangsung selama 2 minggu.


Terkait 'long Covid', Kepala Petugas Medis di Doctorlink, Dr Ben Littlewood-Hilson mencatat telah dilaporkan adanya ratusan gejala potensial COVID-19. Kemudian ia mengerucutkan ke dalam tujuh gejala yang dianggap sebagai tanda yang berkaitan dengan 'long Covid', yaitu:


Kelelahan

Sakit dan nyeri

Masalah kognitif

Sesak napas

Batuk kering

Kehilangan rasa dan bau

Ruam kulit, atau adanya perubahan warna pada kulit

"Orang yang dicurigai mengalami 'long Covid' melaporkan merasa kelelahan terus-menerus dan kelelahan ekstrim," kata Dr Ben.


"Beberapa melaporkan kesulitan untuk melakukan aktivitas ringan, seperti berjalan menaiki tangga," imbuhnya.


Dr Ben mengatakan, ada beberapa orang yang mengalami infeksi relatif kecil. Tetapi, kemudian mereka mengalami gejala yang tidak hilang

https://nonton08.com/transcendence-2014/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar