Kementerian Kesehatan memastikan ketersediaan vaksin COVID-19 untuk 9,1 juta orang mulai November hingga Desember. Pemberian vaksin COVID-19 tersebut baru diberikan jika sudah dipastikan keamanan dan kehalalannya.
Pakar biologi molekuler Ahmad Rusdan Handoyo Utomo, PhD, menjelaskan penilaian efektivitas vaksin COVID-19 terbagi dua. Seseorang yang divaksin tidak akan lagi terinfeksi COVID-19 dan seseorang yang disuntik vaksin COVID-19 tetapi bisa tetap terinfeksi namun tidak jatuh sakit.
Jika efektifnya vaksin COVID-19 yang digunakan memiliki manfaat seperti tetap terinfeksi namun tidak jatuh sakit, Ahmad khawatir masih ada risiko penularan COVID-19. Terlebih saat mereka tidak mematuhi protokol kesehatan.
"Kalau misalnya orang yang divaksinasi itu tidak taat protokol kesehatan karena merasa kebal, mereka masih bisa menularkan orang yang divaksinasi dan itu kan bahaya sekali," jelas Ahmad saat dihubungi detikcom Selasa (20/10/2020).
"Dan ini potensi-potensi yang harus diperhatikan, dan itu dilihat dari datanya sebetulnya, datanya seperti apa. Jadi kalau komunikasinya keliru, nanti bermasalah," kata Ahmad.
Ahmad menilai pemberian vaksin COVID-19 harus diperhatikan lebih lanjut, hal ini dikarenakan pemberian emergency use authorization (EUA) pun tidak bisa sewenang-wenang.
"Nah tapi EUA juga nggak sewenang-wenang, mereka juga harus lihat data bocorannya, 2 hari yg lalu kan BPOM ke China menurut saya mereka sedang diberi tahu ini data yang mereka miliki," jelas Ahmad.
"Untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat itu disampaikan ke publik. Sehingga nanti mereka bisa bantu dukung, ilmuwan bisa membantu mendukung, kan harus berbasis data, jadi nanti makin kuat data ilmiahnya," lanjut Ahmad.
Ahmad juga menyoroti golongan antivaksin yang bisa saja mendapat celah untuk menyalahgunakan informasi.
"Jangan sampai kelompok-kelompok antivaksin dapat amunisi segar ketika data tidak transparan. Semakin kita transparan, semakin kita terbuka, itu akan membungkam kelompok-kelompok antivaksin," pungkasnya.
https://indomovie28.net/little-nightmare-movie-2014/
WHO: Eropa dan Amerika Harus Belajar Tangani Pandemi COVID-19 dari Asia
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut Eropa dan Amerika Utara harus mencontoh negara-negara Asia dalam aspek penanganan pandemi COVID-19.
Terlebih salah satu wilayah Eropa, yakni Rusia, telah mencatat 8.500 kematian dalam sepekan terakhir dan terjadi peningkatan kasus sebesar 50 persen.
"Selama beberapa bulan terakhir, pihak berwenang di Australia, Cina, Jepang dan Korea Selatan telah mengurangi penyebaran dengan mendeteksi kasus, mengisolasi mereka dan mengkarantina kontak," kata Mike Ryan, pakar kedaruratan WHO, dikutip dari SCMP.
"Negara-negara di Asia, Asia Selatan, Pasifik Barat yang menurut saya sukses terus menindaklanjuti kegiatan-kegiatan utama tersebut," tambahnya.
Ryan menyebut beberapa negara di Asia sukses menangani COVID-19 karena mereka tahu pandemi belum berakhir. Penelusuran kontak dan karantina terus dilakukan untuk menghentikan lonjakan kasus.
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus juga mendesak pihak berwenang untuk bertahan dalam perang melawan virus yang telah menginfeksi 40 juta dan menewaskan lebih dari 1,1 juta itu.
"Saya tahu ada kelelahan, tetapi virus telah menunjukkan bahwa ketika kita lengah, virus itu dapat melonjak kembali dengan kecepatan sangat tinggi dan mengancam rumah sakit dan sistem kesehatan," kataTedros.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar