Kesulitan penetrasi penis ke dalam vagina karena terasa mentok bisa disebabkan oleh vaginismus. Vaginismus merupakan salah satu masalah pada organ intim wanita.
Dokter spesialis perawatan kesuburan, dr Geetha Venkat, mengatakan vaginismus menyebabkan otot vagina tanpa sengaja mengencang. Vaginismus terjadi akibat refleks kontraksi otot pubococcygeus yang berfungsi menyokong vagina.
Refleks ini menyebabkan otot dan jaringan pada vagina tegang sehingga tidak memungkinkan terjadinya penetrasi karena vagina akan menyempit dan penis sulit untuk penetrasi.
Dikutip dari Medical News Today, berikut beberapa penyebab terjadinya vaginismus:
1. Penyebab psikis
Masalah emosional dapat mengalihkan perhatian wanita, sehingga vagina menjadi tegang. Biasanya disebabkan oleh:
Ketakutan, misalnya rasa sakit atau kehamilan
Kecemasan, tentang rasa bersalah
Masalah hubungan, misalnya memiliki pasangan yang kasar
Peristiwa kehidupan traumatis, termasuk pemerkosaan atau riwayat pelecehan.
2. Penyebab fisik
Penyebab fisik dari masalah vaginismus sering terjadi pada wanita yang memiliki masalah kesehatan. Beberapa penyebab dalam kategori ini adalah:
Infeksi, seperti infeksi saluran kemih (ISK) atau infeksi jamur
Kondisi kesehatan, seperti kanker
Persalinan
Operasi panggul
Pemanasan yang kurang
Lubrikasi vagina tidak mencukupi
Efek samping pengobatan.
https://nonton08.com/extinction/
Depresi Meningkat Selama Pandemi, Dokter Jiwa Ungkap Penyebabnya
Selama pandemi virus Corona atau COVID-19, masyarakat yang mengalami gangguan kejiwaan meningkat hingga 57,6 persen. Kebanyakan disebabkan akibat banyak masyarakat yang kehilangan kesempatan yang disenanginya selama pandemi.
"Menurut PDKJI (Perhimpunan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa Indonesia) ada peningkatan kasus depresi, 57,6 persen di era pandemi ini," kata Kepala Instalasi Kesehatan Jiwa RSUD Banyumas, dr Hilma Paramita, Jumat (9/10/2020).
Dia mengatakan jika perubahan dimasa pandemi ini memaksa individu untuk dapat beradaptasi dengan kebiasaan baru. Namun tidak semua individu siap untuk dapat beradaptasi, sehingga menimbulkan masalah kesehatan kejiwaan.
Sementara menurut salah satu dokter spesialis kejiwaan di RSUD Banyumas, dr Basiran mengatakan jika prevalensi untuk gangguan jiwa di masyarakat secara normal sebelum pandemi berkisar 11,6 persen. Namun disaat pandemi, jumlahnya meningkat menjadi 57,6 persen.
"Kalau secara normal itu biasanya hanya 11,6 persen, prevalensi untuk gangguan jiwa di masyarakat. Tetapi dalam pandemi ini bisa mencapai 57 persen, kan banyak sekali. Cuman masalahnya, depresi ada ringan, sedang, dan berat. Yang berat masuk rumah sakit, yang sedang itu yang konsultasi konsultasi, yang ringan itu diam tidak mau periksa. Itu terjadi di masyarakat secara umum," ujarnya.
Dia juga menjelaskan, secara umum gangguan kejiwaan ada dua jenis, yaitu psikotik dan nonpsikotik. Pasien dengan gangguan jiwa psikotik ini tidak bisa menilai diri sendiri dan lingkungan sekitarnya, sehingga harus menjalani perawatan.
Sedangkan pasien gangguang jiwa kategori nonpsikotik, masih dapat menilai diri sendiri dan lingkungan. Dirinya hanya mengalami depresi dan kecemasan yang berlebihan, seperti yang banyak dialami orang di tengah pandemi COVID-19 ini.
"Seperti sekarang pandemi ini banyak sekali orang mengalami depresi, karena kehilangan sesuatu yang di cintai. Sesuatu yang dicintai itu apa sekarang? Kesempatan atau waktu, untuk jalan jalan, untuk bekerja di luar dan lain sebagainya," jelasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar