Saat ini, beberapa vaksin virus Corona tengah diuji coba pada relawan untuk mengetahui efektivitasnya. Hal ini juga dilakukan pada vaksin Novavax.
Salah satu relawan yang bernama Cammy Heggie (47) menceritakan pengalamannya menjadi salah satu dari 10.000 relawan vaksin Novavax Inc, yaitu NVX-CoV2372. Ini dilakukannya untuk membantu semua orang bisa segera kembali normal secepat mungkin.
"Saya bosan dan saya hanya ingin melakukan sesuatu yang bisa membantu kita semua kembali normal secepat mungkin. Saya muak menunggu sesuatu untuk membantu dan ingin melakukan sesuatu yang positif," ujar Cammy yang dikutip dari Mirror UK, Jumat (13/11/2020).
"Saya merasa lockdown itu sangat sulit. Saya benci fakta bahwa saya tidak bisa melakukan apa yang saya inginkan. Aku rindu kantor," imbuhnya.
Saat Cammy memutuskan untuk menjadi relawan vaksin, keluarganya yang terdiri dari Kirsten istrinya (44), serta anak-anaknya yaitu Gemma (18) dan Samuel (15) khawatir vaksin itu bisa berpengaruh pada kesehatannya. Tetapi, Cammy yakin bahwa vaksin tersebut tidak menimbulkan risiko bagi dirinya maupun keluarganya.
Mendapat dua suntikan vaksin
Vaksin NVX-CoV2372 Novavax ini diberikan dua kali suntikan. Jarak antara suntikan satu dan dua sekitar 21 hari.
Cammy mendapat suntikan pertama pada 27 Oktober dan yang kedua pada 17 November 2020 lalu. Setelah itu, ia akan dipantau selama 35 hari.
Sementara itu, hasil uji coba vaksin Novavax ini diharapkan bisa segera didapatkan pada musim semi 2021, sekitar bulan Maret hingga Juni mendatang.
Efek samping yang dirasakan usai vaksinasi
Sebelum menjadi relawan, Cammy menjalani serangkaian tes seperti antigen dan antibodi. Tes ini dilakukan untuk memastikan bahwa dirinya saat itu atau sebelumnya tidak terinfeksi virus Corona.
Meski mendapat dua kali suntikan vaksin Novavax, Cammy hampir tidak merasakan efek samping vaksin tersebut. Hanya saja muncul efek ringan seperti rasa pegal di sekitar area yang disuntik ia rasakan di pagi hari.
"Saya merasa sakit di lengan setelah mendapatkan suntikan, tetapi itu biasa terjadi dan hilang sebelum saya tidur lagi. Saya bangun keesokan paginya dengan rasa sakit di leher, tetapi itu bisa jadi karena posisi tidurnya," kata Cammy.
Namun, Cammy mengatakan jika rasa sakit itu adalah bagian dari efek samping, rasa itu menghilang dengan sangat cepat.
"Sebenarnya ada ribuan uji klinis di seluruh dunia sedang dalam tahap akhir. Semoga kabar baik minggu ini akan diikuti yang lainnya dan kami akan kembali normal pada pertengahan tahun depan," lanjutnya.
https://cinemamovie28.com/movies/tears-of-the-sun/
Bukan Tingkatan di Atas Pandemi, Ini Lho Arti Sindemi COVID-19 Sebenarnya
Beberapa ilmuwan di dunia menyebut virus Corona sebagai sindemi. Sindemi disebut membuat kerentanan terhadap suatu penyakit lebih tinggi, dalam hal ini COVID-19.
"Sindemi dicirikan dengan interaksi biologis dan sosial antara kondisi dan keadaan, interaksi yang meningkatkan kerentanan seseorang terhadap bahaya atau memperburuk hasil kesehatannya," jelas Richard Horton, Pemimpin Redaksi jurnal ilmiah The Lancet.
"Mendekati COVID-19 sebagai sindemi akan mengundang visi yang lebih besar, yang mencakup pendidikan, pekerjaan, perumahan, pangan, dan lingkungan," lanjutnya.
Menanggapi hal ini, ahli epidemiologi dari Universitas Griffith, Dicky Budiman, menjelaskan sindemi bukan berarti satu tingkat di atas pandemi. Istilah sindemi pun disebutnya bukan merupakan hal baru.
Dicky menjelaskan sindemi merupakan gabungan atau kombinasi dari tidak hanya satu penyakit, tetapi beberapa penyakit. Seperti misalnya penyakit diabetes, obesitas, penyakit jantung, hipertensi, keempatnya bisa disebut sindemi karena saling berkaitan.
"Kalau misalnya COVID-19 ini dilihat dari sisi sindemi sebetulnya ya tetap pandemi juga, karena itu bukan istilah epidemiologi," ungkapnya saat dihubungi detikcom Jumat (13/11/2020).
"Nah kalau dari sisi pandemi ilmu wabah itu adanya local outbreak, kemudian ada epidemi, ada pandemi, ada juga endemik," lanjut Dicky.
Sementara itu, Dicky menjelaskan apa yang dimuat dalam jurnal The Lancet terkait sindemi memiliki beberapa aspek yang tak hanya berdasarkan ilmu wabah semata. Salah satunya termasuk aspek sosial dan ekonomi.
"Tetapi sudah melihat aspek sosial, ekonomi, jadi misalnya oh kenapa COVID-19 ini di satu negara parah banget, karena dikatakanlah di Amerika itu obesitasnya tinggi, penyakit jantung orangnya banyak, lansia banyak, ketidaksetaraan dalam akses pelayanan kesehatan juga terjadi, nah itu sindemi," tegasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar