Senin, 25 November 2019

Tak Bisa Penuhi Jam Tidur Malam, Bisakah Disiasati Tidur Siang?

Bersyukurlah bila di Indonesia anak-anak sudah dibiasakan tidur siang sejak dini. Tetapi sayangnya ketika usia mereka bertambah, kebiasaan ini perlahan memudar.

"Di Indonesia memang mengenal jam tidur siang. Dan secara alami jam 1-2 siang tubuh akan mengantuk," tandas dr Rimawati Tedjasukmana, SpS, RPSGT dari RS Medistra kepada detikHealth.

Pakar kesehatan tidur dari RS Mitra Kemayoran, dr Andreas Prasadja, RPSGT juga berpendapat serupa. Sesuai dengan jam biologisnya, seseorang akan cenderung mengantuk selepas makan siang.

Ditegaskan dr Andreas atau biasa disapa dr Ade, tidur siang merupakan kebutuhan, bahkan fungsi tidur siang untuk mengembalikan kondisi tubuh ini tidak dapat digantikan oleh stimulan seperti kopi sekalipun. Namun karena tuntutan pekerjaan, kebutuhan tidur siang ini terabaikan.

"Kafein memang bikin melek, tapi kafein nggak bisa mengembalikan konsentrasi, kreativitas, ketelitian dan motivasi tadi. Tidak ada yang bisa menggantikan efek tidur," tegasnya dalam sebuah kesempatan.

Hanya saja menurut dr Ade, kebutuhan ini belum difasilitasi dengan baik di Indonesia. Namun di luar negeri, sudah banyak perusahaan, bahkan perguruan tinggi yang menyediakan ruang tidur siang untuk pekerja dan mahasiswanya.

dr Rima mencontohkan, di Skandinavia ada rumah-rumah yang dibuat khusus untuk tidur siang. Pada jam istirahat, karyawan bisa datang ke rumah tersebut, menyewa kamarnya untuk tidur siang.

"Ada juga kebiasaan siesta (istilah lain untuk tidur siang) di Spanyol dan negara-negara Amerika Latin," ujarnya.

Lalu harus bagaimana? Lebih baik curi-curi waktu untuk tidur siang. "Pasang masker mata, lampu diredupkan, lalu tidur saja di kursi. Atau kalau tidak, kepala ditaruh di meja saja pakai bantal. Kan enggak lama cuma 15-20 menit," saran dr Ade.

Dari penelitiannya, Brandy Raone, PhD dari Sleep for Science Research Laboratory, Brown University juga berpesan, tidur siang paling efektif di jam 14.00 sampai 16.00 karena bila dilakukan sebelum atau sesudah waktu itu maka akan mengganggu waktu tidur malam.

Kemudian, jangan tidur siang sampai lebih dari 30 menit. Tidur siang dengan waktu lebih seperti itu justru bisa membuat Anda memasuki tahap tidur yang lebih dalam dan saat bangun tidur, tubuh malah terasa lemas dan lebih lelah.

Tidur Bareng Kucing dan Anjing Peliharaan, Yes or No?

Bagi yang suka tidur dengan hewan peliharaan, hal ini memang bisa dikatakan menyenangkan, bahkan bikin ketagihan. Tetapi amankah ini?

"Tergantung itu. Tapi kalau nyaman ya nggak masalah," ujar dr Rimawati Tedjasukmana, SpS, RPSGT dari RS Medistra kepada detikHealth.

Di samping soal nyaman, dr Andreas Prasadja, RPSGT dari RS Mitra Kemayoran juga menyoroti ada tidaknya persamaan jam biologis antara si hewan peliharaan dan majikannya.

"Cuma kalau berbeda kan bisa ganggu kualitas tidur majikannya. Belum lagi kalau majikannya ada alergi," tegasnya dalam kesempatan terpisah. https://bit.ly/2s9WPNW

Hal senada juga dikemukakan peneliti dari Mayo Clinic saat melakukan survei untuk melihat pengaruh keberadaan hewan peliharaan di kamar tidur pemiliknya di tahun 2013 lalu. Dari 150 orang pemilik hewan peliharaan, 15 orang mengeluh susah tidur karena peliharaannya berisiko, namun 31 orang lainnya merasa keberadaan hewan ini justru meningkatkan kualitas tidur mereka karena dapat memberikan sensasi nyaman dan hangat.

Yang patut diwaspadai adalah kontak fisik dengan hewan peliharaan dapat memicu penyakit kulit, terutama jika si hewan memang jamuran.

"Asal dia dijaga kebersihan dan kesehatannya, divaksinasi minimal setahun sekali ya enggak masalah. Kecuali kalau hewannya itu suka pergi keluar kan kita enggak tahu di luar rumah dia ngapain aja," kata drh Wiwiek Bagja, mantan Ketua Umum Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PB PDHI) beberapa waktu lalu.

Kontak dengan kucing atau anjing, yang notabene binatang rumahan, juga berisiko menularkan penyakit zoonosis (penyakit yang ditularkan oleh hewan).

Salah satu jenis penyakit mematikan yang pernah dilaporkan Centers for Disease Control and Prevention AS adalah meningitis atau radang selaput otak. Penyakit ini memiliki risiko kematian hingga 50 persen, kalaupun bisa sembuh masih ada risiko kerusakan saraf permanen seperti lumpuh, epilepsi atau gangguan mental.

Kasus meningitis umumnya terjadi melalui kontak cairan tubuh, terutama air liur. Contoh lainnya adalah pes (plague), yaitu penyakit yang bisa ditularkan anjing dan kucing lewat kutu yang menghinggapi tubuh mereka.

"Penularan penyakit dari binatang ke majikan ini sebenarnya sangat jarang, tetapi sangat mungkin terjadi. Penelitian ini tidak lantas untuk menakut-nakuti, tetapi menyadarkan bahwa tidur dengan hewan peliharaan selalu ada risikonya," kata salah satu peneliti, Prof Bruno Chomel dari University of California.

Terlepas dari itu, memiliki hewan peliharaan memang terbukti dapat menangkal stres dan menurunkan risiko depresi. Tetapi mungkin tidak untuk diajak tidur ya. https://bit.ly/2KO7bcH

Tidak ada komentar:

Posting Komentar