Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia sudah 20 tahun berlalu. Bank Indonesia (BI) menilai hal tersebut adalah pelajaran yang berharga untuk Indonesia dalam mengelola perekonomian.
Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Makroprudensial Juda Agung menjelaskan krisis ekonomi yang paling buruk sepanjang sejarah pernah terjadi di Indonesia yakni 1997-1998.
Dia mengungkapkan saat itu adalah krisis multidimensi yang berasal dari krisis keuangan dan kemudian merambat ke krisis sosial politik.
"Pada akhirnya tahun 98 itu terjadi perubahan yang sangat dramatis," kata Juda dalam diskusi dengan milenial, di CGV Grand Indonesia, Jakarta, Rabu (26/6/2019).
Juda mengungkapkan saat itu pertumbuhan ekonomi Indonesia minus 13% dan menciptakan banyak pengangguran.
"Saat itu banyak pegawai bank yang di PHK karena banknya ditutup. Ini benar terjadi, itu sebuah contoh kecil kita pernah mengalami itu," jelas dia.
Dia menambahkan kondisi ekonomi Indonesia saat itu tidak kondusif karena indikator yang memburuk seperti inflasi yang mencapai 70%. Fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang sangat tinggi dari kisaran Rp 2.000 sampai Rp 17.000 dalam beberapa bulan, menyebabkan perekonomian Indonesia terguncang.
Menurut dia saat itu biaya krisis yang ditanggung oleh pemerintah mencapai 70% dari produk domestik bruto.
Juda menambahkan, untuk mencegah hal-hal tersebut terjadi kembali maka harus menjaga sistem keuangan agar tetap stabil. Saat ini kondisi stabilitas sistem keuangan Indonesia sangat baik dan memiliki daya tahan yang tinggi. http://cinemamovie28.com/sex-and-zen-ii/
Rencana Ubah Rp 1.000 Jadi Rp 1 Dipastikan Molor
Bank Indonesia (BI) pernah menargetkan redenominasi atau penyederhanaan nilai mata uang rupiah atau Rp 1.000 jadi Rp 1 bisa terlaksana pada 2020 mendatang. Hal tersebut karena Gubernur BI saat itu menginginkan RUU redenominasi bisa diproses dengan cepat dalam prolegnas.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Onny Widjanarko menjelaskan, pada 2017 bank sentral memang pernah mengharapkan rencana redenominasi ini masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) 2018. Jika rancangan undang-undang (RUU) masuk di 2018, maka proses redenominasi bisa berjalan pada 1 Januari 2020.
Namun sayangnya saat itu RUU redenominasi tak masuk dalam prolegnas.
"Waktu itu pada pemberitaan tahun 2017 Gubernur BI Agus Martowardojo ingin redenominasi masuk dalam prolegnas 2018, tetapi kan tidak masuk. Ya rencana redenominasi 2020 tidak jadi," kata Onny saat dihubungi detikFinance, Rabu (26/6/2019).
Onny mengatakan, hal ini karena dalam proses redenominasi membutuhkan Undang-undang (UU) sebagai landasan hukumnya. Saat ini kajian soal redenominasi juga masih dilakukan oleh BI agar semakin matang.
Menurut dia, bank sentral belum bisa memastikan kapan RUU redenominasi akan masuk ke prolegnas di DPR RI.
"Untuk membuat undang-undangnya, kita juga menunggu DPR nya dulu, kan pelantikan nanti Oktober kan. Kalau akan masuk prolegnas nanti kita informasikan. Intinya 2020 itu belum jalan redenominasi," ujar dia.
Redenominasi bukanlah sanering atau pemotongan daya beli masyarakat melalui pemotongan nilai uang. Redenominasi biasanya dilakukan dalam kondisi ekonomi yang stabil dan menuju kearah yang lebih sehat. Sedangkan sanering adalah pemotongan uang dalam kondisi perekonomian yang tidak sehat, dimana yang dipotong hanya nilai uangnya.
Dalam redenominasi, baik nilai uang maupun barang, hanya dihilangkan beberapa angka nolnya saja. Dengan demikian, redenominasi akan menyederhanakan penulisan nilai barang dan jasa yang diikuti pula penyederhanaan penulisan alat pembayaran (uang). Selanjutnya, hal ini akan menyederhanakan sistem akuntansi dalam sistem pembayaran tanpa menimbulkan dampak negatif bagi perekonomian. http://cinemamovie28.com/reunion-goals-the-beginning/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar