Wisma Atlet kita telah ditetapkan sebagai fasilitas yang diubah sebagai rumah sakit darurat untuk penanganan pasien virus corona COVID-19 di Indonesia. Sejak diumumkan sebagai rumah sakit darurat, sudah ada 102 pasien yang berkunjung ke sana.
Berdasarkan penuturan juru bicara pemerintah untuk penanganan virus corona, Achmad Yurianto dari 102 pasien, 71 di antaranya sudah dirawat di RS darurat tersebut. Sedangkan 31 pasien lainnya tidak perlu dirawat.
"Sudah ada 102 kunjungan pasien COVID-19. Kemudian, 71 orang langsung kita rawat, 31 lainnya yang tidak perlu dirawat. Secara umum kondisi mereka sakit ringan, sedang, dan berat," jelas Yuri dalam konferensi pers di BNPB, Jakarta Timur, Selasa (24/3/2020).
Selain itu, dari 71 pasien ada dua di antaranya yang kondisinya kurang baik. Hal ini membuat keduanya langsung dirujuk ke Rumah Sakit Angkatan Darat Gatot Subroto.
"Ada 2 (pasien) yang memiliki faktor komorbid, dan langsung kita rujuk ke RSPAD. Kita memang dari awal merencanakan rumah sakit tambahan ini bagian dari isolasi rumah sakit," lanjutnya.
"Sehingga, pada kasus-kasus sedang-berat yang membutuhkan layanan yang spesifik dan intensif ini bisa dilakukan di RSPI Sulianti Saroso, RSUP Persahabatan, atau rumah sakit lain yang sudah kami tentukan untuk rumah sakit rujukan," kata Yuri.
Yuri berharap, dengan keberadaan rumah sakit darurat ini bisa dimanfaatkan untuk mengurangi beban rumah sakit rujukan. Dengan cara menangani pasien dengan perawatan awal untuk kondisi yang diidapnya.
Waspada, Virus Corona Bisa Tingkatkan Risiko pada Pengidap TBC
Pengidap tuberkulosis di dunia masih sangat tinggi. Data yang disampaikan Kementerian Kesehatan per tanggal 1 Mei 2019, ditemukan sebanyak 842 ribu kasus dan perkiraan 32 persen yang belum ditemukan. Komite Ahli TB Indonesia, dr Pandu Riono, MPH, PhD, pun menjelaskan pengidap TB yang terkena corona dampaknya bisa sangat serius.
"Orang yang sudah agak tua (lansia), orang dengan diabetes, hipertensi, asma, tuberkulosis adalah orang yang berisiko tinggi (terkena dampak virus corona)," katanya dalam teleconference terkait Hari Tuberkulosis Sedunia pada, Selasa (24/3/2020).
"Memang kalau orang dengan TB dan sedang dalam pengobatan, itu tidak boleh putus pengobatannya walaupun mendapat COVID-19," lanjutnya.
Meski begitu, menurutnya penanganan tuberkulosis bisa bantu menemukan kasus corona, begitu juga sebaliknya. Hal ini karena keduanya sama-sama melakukan contact tracing dalam penanganan kasus penyakit tersebut.
"Nah ini juga kita bisa manfaatkan temuan-temuan yang terjadi kan kita juga melakukan contact tracing, yang satu corona, yang satu lagi TB, apakah dugaannya ini tuberkulosis, sama-sama bahu membahu untuk memperkuat contact tracing apapun baik TB juga dengan corona," pungkasnya.
Tak Semua Kasus Positif Corona Diisolasi di RS, Ini Prioritasnya
Hari ini, juru bicara pemerintah untuk penanganan virus corona, Achmad Yurianto, kembali memberikan informasi terkait COVID-19 di Indonesia. Jumlah kasus positif saat ini sudah berada pada angka 686 kasus.
Di hari yang sama, fasilitas yang telah diubah menjadi rumah sakit darurat penanganan COVID-19 pun sudah mulai beroperasi, salah satunya Wisma Atlet di Jakarta. Rumah sakit darurat ini sudah direncanakan menjadi bagian dari tempat isolasi atau karantina rumah sakit.
"Kita memang dari awal merencanakan rumah sakit- rumah sakit tambahan ini adalah bagian dari isolasi rumah sakit atau karantina rumah sakit. Dan ini sesuai dengan Undang-Undang No 6 2018 tentang karantina yang kaitannya dengan penanganan penyakit menular," jelasnya saat melakukan konferensi pers di BNPB, Jakarta Timur, Selasa (24/2/2020).
Yuri menegaskan, delapan rumah sakit rujukan dan rumah sakit darurat ini ditujukan untuk pasien dengan keluhan sedang sampai berat. Selain itu, pasien dengan penyakit komorbid yang menyertai dan membutuhkan perawatan yang intensif wajib diisolasi di rumah sakit.
"Yang berada di rumah sakit, kita pastikan yang tidak mungkin melakukan isolasi di rumah atau kita yakini bahwa membutuhkan layanan monitoring yang intensif dari tim kesehatan," imbuhnya.
"Misalnya pada keluhan yang sedang atau dengan komorbid yang menyertai, ini yang membutuhkan layanan rumah sakit dan pengawasan yang ketat," lanjut Yuri.
Untuk pasien positif dengan keluhan atau gejala yang ringan, lebih disarankan untuk melakukan karantina di rumah. Menurut Yuri, karantina rumah in sudah sangat bagus dan efektif.
"Sebenarnya dengan melakukan isolasi diri di rumah sudah sangat bagus dan cukup efektif. Ini yang akan kita dorong, sehingga tidak semua kasus positif menjadi beban layanan rawatan rumah sakit," ujar Yuri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar