Bikin heboh jagat maya, selebgram Sarah Salsabila sempat akan melelang keperawanannya untuk menggalang dana terkait virus Corona COVID-19. Menurut dokter, bakal sulit membuktikan keperawanan karena tidak ada ciri spesifik yang bisa dikenali. Bahkan, definisi keperawanan sendiri juga kontroversial.
Menurut dokter kandungan dari Rumah Sakit Ibu dan Anak Brawijaya, dr Dinda Derdameisya, SpOG, secara fisik bisa dokter bisa menilai kondisi selaput dara seseorang. Tetapi, selaput dara yang sudah robek juga tak bisa langsung dikatakan bahwa ia tidak perawan.
"Secara anatomi jika perempuan sudah berhubungan badan biasanya terjadi robekan pada selaput dara. Tapi, tidak serta merta perempuan yang selaput daranya robek diakibatkan oleh berhubungan seks, bisa saja karena trauma," kata dr Dinda kepada detikcom, Kamis (21/5/2020).
Sementara itu, dr Poedjo Hartono, SpOG(K), seorang dokter kandungan dari Rumah Sakit Premier Surabaya mengatakan tidak ada ciri-ciri khusus yang menandakan seorang wanita masih perawan atau tidak.
"Nggak ada, sama saja, kalau dibilang perawan atau tidak kan nggak tahu. Wanita yang sudah menikah tetapi tidak melakukan hubungan seks, dan sudah nenek-nenek juga dibilangnya masih perawan," ucap dr Poedjo, Kamis (21/5/2020).
Sarah Salsabila Lelang Keperawanan, Bagaimana Cara Membuktikannya?
Selebgram Sarah Salsabila bikin heboh karena akan melelang keperawanan untuk menggalang dana. Ia membuka harga Rp 2 miliar dan hasil lelang akan digunakan untuk donasi terkait virus Corona COVID-19.
Tetapi, bagaimana caranya seseorang bisa mengklaim dirinya masih perawan atau tidak?
Menurut dokter kandungan dari Rumah Sakit Ibu dan Anak Brawijaya, dr Dinda Derdameisya, SpOG, tidak ada istilah keperawanan di dunia medis. Dokter hanya bisa menilai selaput dara yang masih utuh atau tidak.
"Medis nggak ada istilah perawan. Istilah di kita ya selaput dara utuh atau robek, gitu saja," kata dr Dinda kepada detikcom, Kamis (21/5/2020).
Selaput dara robek tidak serta merta bisa diartikan tidak perawan. Terjatuh atau mengalami trauma fisik, juga bisa memicu kerusakan selaput dara. Karenanya, kondisi selaput dara hanya menjadi simbol di masyarakat dan tidak ada hubungannya dengan medis.
"Arti keperawanan kembali ke masing-masing individu, karena sebenarnya perawan itu adalah pernah atau tidaknya seorang perempuan berhubungan seks," lanjutnya.
Paru-paru Bisa Saja Kolaps Saat Joging, Tapi Bukan karena Pakai Masker
Seorang pria di China bernama Zhang Ping paru-parunya kolaps setelah berlari sejauh 4 kilometer dengan menggunakan masker. Setelah diperiksa dokter, ia disebut mengalami pneumotoraks atau udara bocor ke luar paru-paru.
Dokter menyebut keadaan ini disebabkan oleh tekanan tinggi pada organ, karena ia melakukan olahraga intens dengan menggunakan masker wajah.
Dokter paru dari Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso Tetapi, menurut dr Adria Rusli, SpP(K), menyebut hal ini mungkin berhubungan dengan gerakan olahraga yang intens. Tapi terkait penggunaan masker, ia memberi catatan.
"Sebetulnya sih bukan dari masker. Karena dia ada gerakan yang hebat atau karena dia tekanan napasnya terlalu kuat bisa jadi seperti itu," kata dr Adria pada detikcom, Rabu (20/5/2020).
Adapun gejala yang bisa dirasakan oleh seseorang yang mengalami pneumotoraks, seperti sesak nafas mendadak dan nyeri dada yang luar biasa. Kondisi tersebut sangat berbahaya, sehingga harus segera diberi penanganan.
"Penangananya bisa dengan memasukkan selang, nanti timbunan udara yang ada di paru-paru dikeluarkan supaya bisa bernapas kembali. Tapi, jika kondisi ini sering berulang akan ditempelkan alat namanya pleurodesis," jelasnya.
Pleurodesis adalah prosedur penanganan yang menggunakan obat untuk menempelkan paru-paru ke dinding dada. Dikutip dari Mayo Clinic, prosedur ini dilakukan untuk menutup ruang antara lapisan luar paru-paru dan rongga pleura, untuk mencegah cairan atau udara terus tertimbun di sekitar paru-paru.
Meskipun bisa sembuh dari penyakit ini, peluangnya tergantung pada seberapa luasnya pneumotoraks yang terjadi di paru-paru. dr Adria mengatakan, jika masih kurang dari 15-20 persen dan tanpa gejala, bisa didiamkan saja dengan harapan bisa kembali menetralisir udara di paru-paru.
"Tapi kalau kurang dari 15 persen dan ada gejala harus dipasang selang. Atau kalau sudah lebih dari 20 persen, ada atau tidak gejalanya harus dipasang (selang)," ujar dr Adri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar