Pada Kamis (18/6/2020), Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) berharap pihaknya sudah bisa memproduksi sekitar ratusan juta dosis vaksin virus Corona akhir tahun ini. Kemungkinan jumlah yang akan tersedia mencapai 2 miliar dosis di akhir tahun berikutnya.
"Jika kita beruntung, akan ada satu atau dua kandidat (vaksin) yang akan selesai sebelum akhir tahun ini," kata kepala ilmuwan WHO, Soumya Swaminathan, yang dikutip dari Fox News, Jumat (19/6/2020).
"Dengan begitu, kita bisa memiliki 2 miliar dosis pada akhir tahun 2021. Kita harus bisa memvaksinasi, setidaknya populasi yang diprioritaskan," lanjutnya.
Badan kesehatan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) ini dikabarkan sedang membuat panduan untuk memutuskan siapa saja yang pertama berhak mendapatkan vaksin. Tentunya, setelah vaksin tersebut telah disetujui.
Menurut Swaminathan, populasi yang harus diprioritaskan adalah para petugas di garis depan, seperti dokter, perawat, dan yang lainnya. Selain itu, vaksin juga harus tersedia untuk orang-orang yang rentan terhadap virus Corona, di antaranya orang lanjut usia dan mereka dengan penyakit penyerta.
"Anda harus mulai dengan yang paling rentan dan kemudian semakin memvaksinasi lebih banyak orang," katanya.
Swaminathan mencatat, data analisis genetik yang telah dikumpulkan sampai sejauh ini menunjukkan bahwa COVID-19 belum bermutasi yang akan mengubah keparahan dari penyakit tersebut.
Pada Rabu (17/6/2020), WHO mengumumkan mereka menghentikan uji coba hidroksiklorokuin. Hal ini dilakukan setelah bukti menunjukkan bahwa obat tersebut tidak berpengaruh untuk mengurangi angka kematian, lama waktu perawatan, dan kebutuhan pasien akan ventilator saat berada di rumah sakit.
Yuk Gerak, Studi Sebut Kebanyakan Duduk Bisa Berisiko Kena Kanker
Duduk bermalas-malasan di atas sofa atau bekerja seharian di depan komputer ternyata bisa meningkatkan risiko terkena kanker lho. Hal ini diketahui dalam penelitian terbaru pada jurnal JAMA Oncology.
"Ini merupakan studi pertama yang secara definitif (pasti) menunjukkan hubungan kuat antara kurang bergerak dengan kematian akibat kanker," kata penulis utama studi, seorang profesor di unit pencegahan kanker University of Texas MD Anderson Cancer Center, Dr Susan Gilchrist, dikutip dari CNN.
Para peneliti menemukan bahwa orang yang kurang aktif bergerak lebih berisiko meninggal karena kanker hingga 82 persen, dibandingkan dengan mereka yang aktif bergerak.
"Temuan kami menegaskan penting untuk 'duduk lebih sedikit dan bergerak lebih banyak'," jelasnya.
Namun, menurut Gilchrist, risiko ini dapat diturunkan hingga 8 persen dengan cara melakukan aktivitas ringan, seperti jalan-jalan atau hanya sekedar berdiri meregangkan badan setelah 30 menit duduk.
Sedangkan untuk aktivitas intensitas sedang, risiko kanker yang dapat diturunkan adalah 31 persen. Beberapa contoh aktivitas intensitas sedang yang bisa dilakukan, di antaranya bersepeda, jalan cepat, aerobik, dan berkebun.
Selain itu, penerapan gaya hidup sehat, seperti makan-makanan bergizi, olahraga teratur, dan tidak merokok juga bisa menurunkan risiko terkena kanker sebanyak 50 persen.
"Setiap saya mengobrol dengan pasien, saya selalu bertanya mengapa mereka tidak punya waktu untuk berolahraga," ujarnya.
"Saya menyarankan mereka untuk berdiri selama 5 menit setiap jam di tempat kerja atau sekedar berjalan-jalan naik tangga. Mungkin terdengar sepele, tetapi penelitian ini memberitahu kita bahwa aktivitas ringan sekalipun memiliki manfaat agar terhindar dari risiko kanker," tuturnya.
https://cinemamovie28.com/juuni-taisen-juuni-taisen-zodiac-war-episode-10/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar