Wabah demam berdarah dan virus Corona yang menghantam wilayah Asia Tenggara akan menimbulkan tantangan baru bagi tenaga kesehatan. Para ahli mengingatkan adanya infeksi ganda ini akan membuat kasus virus Corona sulit terdeteksi.
Terlebih laporan dokter dalam jurnal medis The Lancet menunjukkan kesamaan antara penyakit yang ditularkan oleh nyamuk itu dan virus Corona sehingga bisa menyebabkan hasil positif palsu.
"Penyakit dengue dan virus Corona (COVID-19) sulit dibedakan karena memiliki gejala klinis dan hasil laboratorium yang sama," tulis penulis dari Sistem Kesehatan Universitas Nasional Singapura, Rumah Sakit Umum Ng Teng Fong, dan Institut Kesehatan Lingkungan, dikutip dari SCMP.
Adanya pembatasan sosial membuat orang-orang menghabiskan lebih banyak wwaktu di rumah. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga menyebut pembatasan ini membuat masyarakat menjadi tidak membersihkan tempat-tempat sarang nyamuk di lingkungan mereka.
Hal tersebut tentu akan memperburuk wabah demam berdarah. Di Indonesia sendiri, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kementerian Kesehatan RI, dr Siti Nadia Tarmizi, mengatakan ada 68 ribu kasus DBD di Indonesia.
"Dari 460 kabupaten/kota yang melaporkan kasus demam berdarah, sebanyak 410 itu adalah kabupaten/kota yang juga melaporkan adanya COVID, jadi ada infeksi ganda," jelas dr Nadia dalam siaran langsung BNPB yang ditulis Selasa (23/6/2020).
Sementara itu, di negara tetangga Malaysia, kasus mingguan naik sebanyak 1.927. Menurut Kementerian Kesehatan Malaysia, perkiraan gelombang wabah DBD akan berlangsung hingga September. Musim hujan yang lebih lama dari yang diperkirakan membuat angka infeksi DBD di sana cenderung naik.
Singapura sendiri, dalam data yang dihimpun Badan Lingkungan Nasional, setidaknya lebih dari 11 ribu orang telah terinfeksi DBD. Disebutkan bahwa wabah DBD tahun ini bisa melampaui rekor kasus yang terjadi di tahun-tahun sebelumnya dan menjadi wabah demam berdarah terbesar dalam sejarah Singapura.
Demam berdarah Dengue telah menjadi endemik di beberapa negara di Asia Tenggara, khususnya di Indonesia, yang telah berlangsung selama beberapa dekade.
"Meski ada risiko infeksi (DBD) di 129 negara, 70 persen beban aktual ada di Asia," tulis WHO.
Ketahuan Deh! Ada Anggaran Anti-Gizi Buruk Dipakai buat Bikin Pagar
Pemerintah saat ini tengah fokus melakukan reformasi anggaran khususnya dalam RAPBN 2021. Kebijakan itu dilakukan lantaran banyaknya program di kementerian dan lembaga yang tidak efisien.
Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menyebutkan banyak sekali program di kementerian dan lembaga yang ternyata penggunaan anggarannya sangat jauh dari manfaat programnya.
Suharso mencotohkan program pemberantasan stunting. Menurut data yang dia temukan bahkan ada satu kementerian yang menjalankan program stunting tapi penggunaan anggarannya hanya membuat pagar puskesmas.
"Misalnya program stunting, itu saya bisa zoom terus data anggarannya. Ada salah satu kementerian ikut program stunting tapi dia mengerjakan pagar puskesmas," ujarnya dalam rapat dengan Komisi XI yang membahas reformasi penganggaran dalam RAPBN 2021 di gedung DPR, Jakarta, Selasa (23/6/2020).
Dia menjelaskan, program seperti stunting memang bisa dikerjakan di banyak kementerian. Dia mencontohkan suatu daerah tinggi angka stunting karena permasalahan air bersih. Maka pengerjaan teknis air bersih dilakukan di Kementerian PUPR bukan Kementerian Kesehatan.
Pemerintah sendiri sudah memangkas program-program di kementerian dan lembaga. Dari sebelumnya ada 428 program menjadi 102 program.
Suharso menjelaskan, sejak awal pemerintahan Jokowi memang sudah dipertegas tidak ada visi misi menteri, yang ada hanya visi misi presiden. Ketegasan itu juga turut mendorong efisiensi dari program-program di kementerian dan lembaga.
https://nonton08.com/inazuma-eleven-episode-4-subtitle-indonesia/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar