Kolonisasi Mars digadang-gadang beberapa pihak, sebut saja Elon Musk sang pemilik SpaceX. Nah, kira-kira berapa orang diperlukan untuk memulai peradaban di planet Merah itu?
Studi yang dilakukan ilmuwan The Bordeaux Institut National Polytechniqu di Perancis menyimpulkan, diperlukan 110 manusia di tahap awal. Mereka dikirim ke sana untuk membuat berbagai perangkat dan komoditas penting bagi diri mereka.
Mereka diasumsikan tinggal di dalam kubah penuh oksigen. Studi ini dibesut oleh Profesor Jean Marc Salotti menggunakan model matematika.
"Bagaimana kemungkinan survival di planet lain dan bisa mencukupi diri sendiri? Pertanyaan ini penting bagi masa depan penjelajahan antariksa dan mungkin juga masa depan manusia secara umum," katanya.
"Saya tunjukkan bahwa model matematika bisa digunakan untuk menentukan angka minimum orang dan cara bertahan hidup di planet lain, dengan Mars sebagai contohnya," imbuh dia.
"Maka angka minimum orang telah dikalkulasi dan hasilnya adalah 110 individual," lanjutnya, seperti dikutip detikINET dari Mirror.
Namun demikian, peluang mereka survive bergantung pada beberapa hal. Misalnya seberapa baik mereka bisa bekerja sama dan mengorganisir waktu serta sumber daya yang ada.
Saat ini, SpaceX merupakan perusahaan paling serius dalam upaya mengirimkan manusia ke Mars. Mereka menjadikan pesawat antariksa powerful, Starship, sebagai prioritas utama untuk sampai ke sana.
Indonesia Harus Belajar dari Isu Kebocoran 230 Ribu Data COVID-19 RI
Pengamat keamanan siber Pratama Persadha mengatakan, kebocoran data 230 ribu pasien COVID-19 di Indonesia harus segera diselidiki dan aturan yang memayunginya harus ditegakkan.
Diketahui, 230 ribu data pasien COVID-19 di Indonesia diduga telah dicuri hacker yang kemudian diperjualbelikan di forum dark web RaidForums. Pelaku dengan akun Database Shopping ini memajang 'jualannya' itu sejak Kamis (18/6) lalu.
"Masih harus dicek dan digital forensic dari mana asal data tersebut, dari Kementerian Kesehatan atau lembaga lain yang mengelola data COVID-19," ujar Pratama dalam keterangan tertulisnya.
Hacker mengklaim data yang bocor ini terdiri dari tanggal laporan, status, nama responden, kewarganegaraan, kelamin, umur, telepon, alamat tinggal, resiko, jenis kontak, hubungan kasus, tanggal awal resiko, tanggal akhir resiko, tanggal mulai sakit, tanggal rawat jalan, faskes rawat jalan, tanggal rawat inap, faskes rawat inap, keluhan demam, keluhan sakit, tanggal pengiriman sampel, status ODP/PDP/Positif dan NIK.
"Data yang sebenarnya cukup berisiko terutama untuk pasien karena ada alamat rumah dan statusnya. Data memang menjadi hal yang diburu oleh para peretas dewasa ini, tak selalu mereka mencari data kartu kredit. Selain itu, resiko dijauhi secara sosial juga cukup serius, karena masih ada bagian di masyarakat kita yang bersikap berlebihan pada pengidap COVID-19," tutur Pratama.
Bahkan, kata Pratama, sebenarnya sangat beresiko bagi negara juga. Terutama bila yang membeli data punya tujuan menciptakan kegaduhan di tengah masyarakat.
"Karena masih banyak masyarakat yang mudah tersulut dengan isu COVID-19. Misalnya melakukan pengucilan bahkan pengusiran, hal yang bisa menimbulkan gesekan horizontal," sebutnya.
Untuk itu, perlindungan data dan keamanan siber pada sistem di Tanah Air khususnya lembaga pemerintah memang masih menjadi pekerjaan rumah yang berat. Utamanya karena faktor UU, porsi anggaran dan budaya birokrasi. Perbaikan ke arah pro penguatan siber di tiga hal itu akan membuat perlindungan data dan penguatan sistem elektronik bisa diaktualisasikan secara merata.
"Memang sebaiknya ini menjadi prioritas negara, bila tidak maka peristiwa peretasan akan semakin menghiasi pemberitaan nasional setiap harinya. Tentu hal ini tidak diinginkan," imbuhnya.
https://kamumovie28.com/the-human-comedy/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar