Dua teman saya masih dekat jaraknya dengan saya. Mereka bersenang-senang dan tampak menikmati snorkeling-nya. Lalu, salah satu teman memberikan ponselnya pada saya. Ponsel itu sudah dilapisi plastik khusus agar ponsel aman tidak terkena air.
"Fotoin ya," kata dia sambil menjauh agar mendapatkan pemandangan yang pas.
Begitu dia menjauh, saya merasa panik lagi. Lelah mencari-cari pijakan kaki, ditambah orang-orang yang jaraknya semakin jauh, membuat saya semakin merasa tenggelam di laut.
Teman itu kemudian melambai-lambaikan tangannya. Saya menangkapnya sebagai lempar sini ponselnya! Tapi ternyata maksud teman saya adalah, "Ayo fotoin!"
Saya masih sadar, tidak halu, apalagi pingsan, tapi sudah tidak bisa berpikir jernih lagi karena merasa sedang dalam bahaya tenggelam. Akhirnya, saya bermaksud memenuhi permintaan si teman, yaitu melempar ponsel itu ke arahnya.
Saya benar-benar melempar ponsel itu! Sedetik kemudian, saya menyadari, ini di laut! Segala sesuatu yang dilempar di laut, sudah pasti langsung tenggelam atau terbawa ombak dan hilang! Ya ampun! Itu ponsel orang!
Saya terkejut. Si teman, apalagi. Lalu, si teman menghampiri orang-orang yang masih bisa dijangkau, untuk meminta bantuan mencari ponsel itu. Beberapa orang mendekat dan mencoba melongok ke dalam air untuk menemukannya. Ternyata, gagal.
Saya semakin panik. Akhirnya, saya minta tolong untuk ditarik ke kapal. Teman saya juga minta tolong kepala rombongan untuk mencari cara agar ponsel itu ditemukan. Beberapa menit menunggu, ternyata tidak berhasil juga.
"Sori," kata kepala rombongan, yang disusul dengan perasaan saya yang hancur lebur. Terbayang sudah sepulang dari liburan ini saya membongkar tabungan untuk mengganti ponsel keluaran terbaru dengan harga yang terbilang tinggi itu.
Saya mulai mengikhlaskan. Saya pun bersiap mental untuk mengganti ponsel itu. Akhirnya, kami melanjutkan trip. Kapal baru berjalan beberapa menit, tiba-tiba ada seorang pemuda lokal yang berteriak pada kami, dari kapal lain. Dia melambai-lambaikan sesuatu.
Deg! Itu ponsel yang saya lempar! Alhamdulillah, ponsel itu ketemu!
Akhirnya saya berinisiatif memberikan tip sebesar 1.000 baht sebagai tanda terima kasih. Pemuda itu pun bersorak-sorak. Dia terus menerus memamerkan selembar uang itu ke udara, dengan dua tangannya. Saya sangat bersyukur dan sudah bisa tersenyum lagi melihat tingkah lucu pemuda yang kegirangan itu.
Pada sebuah titik di atas laut, kapal berhenti. Seluruh penumpang diperbolehkan turun ke air untuk snorkeling. Saya ikut-ikutan.
Inilah saatnya. Saya yang hanya sebagai penikmat pemandangan laut, seharusnya tidak ikut-ikutan turun untuk mencoba snorkeling. Terlebih, saya yang bisa berenang tapi sering panik kalau kaki saya tidak bisa mencapai dasar.
Begitu turun, benar saja. Saya kesulitan mengambang karena sudah panik duluan kaki saya tidak bisa menjejak dasar laut. Ya iyalah, ini laut, bukan kolam renang. Seberapa pun dangkalnya, nggak mungkin orang snorkeling di tempat yang dangkal sampai bisa menjejakkan kaki di dasarnya.
Mulailah saya merasa aneh. Saya melihat sekeliling, tidak tampak pantai. Saya mengedarkan pandangan ke arah lain, kapal yang tadi mengangkut kami perlahan menjauh. Hanya sementara, sambil menunggu para peserta selesai main di air, tapi saya semakin panik. Apalagi orang-orang juga berpencar, yang membuat saya merasa sendirian di tengah laut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar