Malu-malu saat diwawancara, ia mengaku di sini sudah lama dan meneruskan usaha keluarga.
Kenyang makan soto, kami leyeh-leyeh di alun-alun Kota Pekalongan. Menjelang sore, perut sudah lapar lagi. Maka saya tertarik mencoba Sego Megono yang sebenarnya juga tersedia di seluruh sudut kota Pekalongan, seperti halnya Sego Lengko di Cirebon.
Bedanya dengan nasi biasa, Sego Megono adalah nasi yang diberi semacam sayur urap dari potongan nangka muda mentah. Nangka ini kemudian dicampurkan dengan parutan kelapa. Ya jadinya mirip urap. Lalu lauknya boleh dipilih, bebek, ayam, atau ikan lele. Saya pilih lele supaya tetap sehat.
Menjelang malam, kami harus melanjutkan perjalanan ke Semarang. Soalnya Mas Tedy Tricahyono dan Budiman Sudjatmiko juga berpacu ke Semarang naik mobil lewat Tol Jawa. Berdasarkan perkiraan mereka, 5 jam cukup untuk sampai dari Jakarta-Semarang.
Luar baisa!
Saya memilih perjalan dengan kereta lagi karena tiba-tiba mendapatkan deadline mengedit video, sesuatu yang tidak mungkin bisa saya lakukan di bus atau pesawat.
Duduk di gerbong restorasi yang kini rapi dan enak dipakai nongkrong karena suasananya mirip kafe kecil, saya bisa menyelesaikan pekerjaan itu dalam 1,5 jam saja. Sambil memesan makan malam berupa Nasi Krengseng Sapi, saya terus berpacu dengan waktu supaya video tersebut bisa sampai ke tangan klien tepat waktu.
Dan surprise, beda dengan di masa lalu, di mana makanan di restorasi sering dianggap tidak enak dan jorok, sekarang makanan restorasi sudah dikemas profesional dan menarik.
Bahkan, kalau kecewa dengan pelayanan gerbang restorasi, kita bisa menscan qrcode yang tertera di kemasan dan langsung diarahkan ke halaman komplain di internet. Luar biasa!
Sisanya saya mengajak ngobrol seorang perempuan cantik, ibu muda yang membawa anaknya menikmati perjalanan kereta ke Semarang. Beberapa kali anaknya tertarik melihat video yang sedang saya edit.
Dan malam pun mengantarkan kami terhanyut dalam perjalanan menuju Semarang.
Selesai berkunjung ke pusat pengrajin batik, kami memutuskan makan siang karena sudah lapar. Iseng saya bertanya,“Pak di sini makanan apa yang aneh dan jarang ditemukan di Jakarta ya?"
Pak Supir menjawab sambil tertawa,"Ya Sate KTL pak!"
Ia kemudian memberi saran untuk mencarinya di sekitaran Wiradesa, karena memang terkenal. Tapi sayang setelah berkeliling kami menjumpai warungnya tutup.
"Sate KTL memang sangat laris. Cuma buka siang dan langsung habis diserbu," ujar di Bapak.
“Utamanya untuk meningkatkan daya tahan di ranjang," katanya tertawa-tawa.
Walau gagal menemukan sate KTL, singkatan dari alat kelamin sapi jantan, kami berjalan ke pusat kota dan mencari soto tauto.
“Soto biasa, tapi diberi bumbu tauco," kata Pak Supir.
Tapi, dia menjamin yang di Warung Pak Haji Rochmani ini yang paling enak se Pekalongan. Tentu kami tertarik untuk mencoba.
Saat saya mencoba, ternyata benar-benar dahsyat. Entah karena memang lapar setelah berjam-jam mencari Soto KTL, atau memang dari sananya enak. Tapi yang jelas saya sampai nambah.
“Enak banget Tom, worth it lah nyari sampe sejauh ini!" kata saya.
Tommy setuju dan kami pun mencoba bertanya harga seporsinya.
“Harganya cuma Rp 20 ribu semangkuk," kata penjualnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar