Harga tiket pesawat yang mahal diprotes masyarakat dan akhirnya diturunkan kembali. Sejumlah hal rupanya mempengaruhi harga tiket pesawat.
Ada beberapa faktor utama yang mempengaruhi mengapa harga pesawat bisa naik dan turun. Beberapa antara lain adalah nilai tukar rupiah, bahan bakar dan jarak.
Hal ini dibenarkan oleh ketua umum INACA sekaligus Direktur Utama Garuda Indonesia, Ari Askhara, bahwa tarif penerbangan bergantung pasar dunia.
"Banyak terlibat variabelnya kita sebut tergantung market, masyarakat juga sudah tahu semua komponen cost-nya dalam bentuk USD, sudah fluktuasi dan berbagai faktor lainnya," ujarnya saat ditemui di Penang Bistro, Jakarta Pusat (15/1/2019).
Selain itu, faktor lainnya juga biaya perawatan pesawat. Hal ini, dipengaruhi pasar Eropa karena mayoritas pesawat di Indonesia menggunakan armada Boeing dan Airbus.
"Semua tipe pesawat didominasi Airbus (dan) Boeing, maintenance-nya dikuasai mereka atau Eropa, karena diperoleh lisensi Boeing Airbus, maka kami tergantung fluktuasi Airbus dan Boeing," tambahnya.
Ari juga menambahkan, bahwa pihak maskapai juga harus memberi gaji karyawannya. Ia pun mencontohkan maskapai Garuda Indonesia group.
"Biaya pegawai juga ya, pastinya masyarakat indonesia, yang perlu makan. Dari Garuda saja sudah 10 ribu, 2.000 Citilink, GMF 24 ribu, Sriwijaya 4.500," papar Ari.
Begitupun dengan bahan bakar avtur. Menurutnya, harga avtur juga berpengaruh besar. Meskipun, Pertamina memberikan harga lebih kompetitif dibandingkan yang lainnya.
"Yang saya dapat dari maskapai, Pertamina misalnya dibanding internasional seperti Shell atau BP (British Petroleum) lebih kompetitif. Bila harga itu yang kompetitif dibandingkan harga domestik yang diberikan maskapai, sama-sama maskapai kita, bukan asing. Misalnya ke Singapura, diberikan lebih murah dibandingkan BP Singapura. Misalnya juga di Jeddah dan Medinah karena kita terbang ke sana, itu yang diberikan Pertamina jauh lebih murah 21 persen dibandingkan diberikan Medinah, negara pengekspor minyak terbesar," tambah Ari
Juliandra Nurtjahjo, Direktur Utama Citilink juga membenarkan hal ini. Bahwa valuta asing atau forex berperan besar dalam harga penerbangan. Sejauh ini, tidak ada maskapai yang melanggar tarif batas atas tarif penerbangan Indonesia.
"Ini juga kena karena forex (valuta asing). Kalau bicara harga sudah ditentukan regulator, tidak ada yang melanggar. Harga airline kan sebenarnya berpengaruh dari tarif batas atas, diakomodir kemudian dihitung marginnya," ujar Juliandra.
Bali Terinspirasi Jepang Soal Sayonara Tax?
Baru-baru ini, Jepang memberlakukan Sayonara Tax kepada turis berupa biaya sebesar 1.000 Yen (Rp 132 ribu). Bali rencananya juga akan melakukan hal yang sama.
Mulai 7 Januari 2019 kemarin, tiap turis yang meninggalkan Jepang akan dikenakan pajak bernama Sayonara Tax. Pajaknya sebesar 1.000 Yen atau setara dengan Rp 132 ribu.
Diketahui, pihak maskapai diwajibkan memungut pajak tersebut pada tiap turis atau penumpang yang memakai jasanya yakni lewat tambahan biaya pada tiket pulang. Sedangkan bagi traveler yang liburan ke Jepang menggunakan jasa tur dari travel agent, dapat menyetorkan pajak tambahan tersebut pada penyedia jasa terkait.
Baru-baru ini, Pemerintah Provinsi Bali sedang menggodok rencana biaya kontribusi turis. Nantinya, turis yang datang ke Bali akan dikenai biaya sebesar 10 USD atau sekitar Rp 140 ribu.
"Tidak, kami tidak mencontoh Jepang. Bahkan, kami sebenarnya sudah merencanakan ini sejak tahun 2011," ujar Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali, Anak Agung Gede Yuniartha Putra kepada detikTravel, Selasa (15/1/2019).
Agung Gede menjelaskan, tahun 2011 Bali sempat mencoba biaya kontribusi yang bernama 'Culture Heritage'. Saat itu akan diberlakukan di bandara, yang nantinya turis harus membayar sejumlah biaya. Akan tetapi, rencana itu gagal.
"Sekarang kita coba lagi, tapi nanti biayanya dikenakan melalui maskapai. Sebenarnya, beberapa negara sudah memberlakukan hal seperti ini dan kita coba lagi," terangnya.
Biaya kontribusi tersebut rencananya akan digunakan untuk pengembangan pariwisata Bali. Jika sudah diberlakukan, Agung Gede memperkirakan Bali akan mendapat angka sampai Rp 1 T dari biaya tersebut.
"Kira-kira bisa sampai Rp 1 T karena jumlah kunjungan turis ke Bali terus meningkat," tutupnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar