Kamis, 12 Maret 2020

Gara-gara Paspor Robek, Turis Cantik Ini Batal Liburan di Bali

Perkara paspor robek bisa berujung panjang. Turis cantik ini misalnya, harus pulang kembali ke Australia dari Denpasar karena paspor robek.

Dikumpulkan detikTravel dari berbagai sumber, Selasa (15/1/2018), peristiwa itu dialami oleh seorang traveler asal Melbourne yang bernama Lexi Karakostas (16) seperti diberitakan Daily Mail.

Kronologisnya, pada Kamis lalu (10/1) Lexi bersama temannya tiba di Denpasar untuk menghabiskan liburan di Bali. Hanya ketika Lexi sampai di imigrasi, seorang petugas yang mengecek paspornya mendapati ada robekan dari punggung paspor hingga ke bagian dalam.

"Perempuan itu bilang lihat paspornya pada petugas laki-laki di sampingnya. Kemudian ia membawa saya ke kantor imigrasi," ujar Lexi.

Di kantor imigrasi, Lexi ditanya perihal kerusakan paspornya. Lexi pun berujar, kalau paspor itu robek saat dirinya tengah liburan di eEropa. Namun, hal itu tidak jadi masalah di sana.

Setelah terjadi obrolan, petugas imigrasi Bandara Ngurah Rai pun memberitahu Lexi kalau ia tak boleh masuk Bali karena paspornya yang rusak. Konsekuensinya, Lexi harus dipulangkan kembali ke Australia.

"Saya histeris, saya tak tahu apa yang harus saya perbuat," ujar Lexi.

Pertama kali ke Bali, Lexi tak menyangka akan peristiwa yang menimpanya. Pada akhirnya, Lexi dipesankan pesawat pulang keesokan harinya pada pukul 7.30 WITa. Ia pun harus bermalam di bandara selama 11 jam sambil ditemani petugas imigrasi.

Berita itu pun juga sampai ke ibu Lexi, Susan Karakostas. Namun, ibunya mengerti dan menghormati aturan yang diterapkan oleh pihak imigrasi Denpasar. hanya saja, ia sedikit kesal pada pihak maskapai Qantas yang dinaiki Lexi karena tak memberitahunya dari jauh-jauh hari.

"Sebagai turis, kami menghargai aturan dan regulasi serta keputusan yang mereka buat. Hanya saja, kami kesal dengan Qantas karena mereka tahu akan isu tersebut dan tidak mengatakan sesuatu di Melbourne," ujar susan.

Untung saja polis asuransi perjalanan Lexi meng-cover harga balik pesawatnya dari Denpasar ke Melbourne senilai USD 1.100.

Apa Faktor yang Bikin Harga Tiket Pesawat Naik Turun?

Harga tiket pesawat yang mahal diprotes masyarakat dan akhirnya diturunkan kembali. Sejumlah hal rupanya mempengaruhi harga tiket pesawat.

Ada beberapa faktor utama yang mempengaruhi mengapa harga pesawat bisa naik dan turun. Beberapa antara lain adalah nilai tukar rupiah, bahan bakar dan jarak.

Hal ini dibenarkan oleh ketua umum INACA sekaligus Direktur Utama Garuda Indonesia, Ari Askhara, bahwa tarif penerbangan bergantung pasar dunia.

"Banyak terlibat variabelnya kita sebut tergantung market, masyarakat juga sudah tahu semua komponen cost-nya dalam bentuk USD, sudah fluktuasi dan berbagai faktor lainnya," ujarnya saat ditemui di Penang Bistro, Jakarta Pusat (15/1/2019).

Selain itu, faktor lainnya juga biaya perawatan pesawat. Hal ini, dipengaruhi pasar Eropa karena mayoritas pesawat di Indonesia menggunakan armada Boeing dan Airbus.

"Semua tipe pesawat didominasi Airbus (dan) Boeing, maintenance-nya dikuasai mereka atau Eropa, karena diperoleh lisensi Boeing Airbus, maka kami tergantung fluktuasi Airbus dan Boeing," tambahnya.

Ari juga menambahkan, bahwa pihak maskapai juga harus memberi gaji karyawannya. Ia pun mencontohkan maskapai Garuda Indonesia group.

"Biaya pegawai juga ya, pastinya masyarakat indonesia, yang perlu makan. Dari Garuda saja sudah 10 ribu, 2.000 Citilink, GMF 24 ribu, Sriwijaya 4.500," papar Ari.

Begitupun dengan bahan bakar avtur. Menurutnya, harga avtur juga berpengaruh besar. Meskipun, Pertamina memberikan harga lebih kompetitif dibandingkan yang lainnya.

"Yang saya dapat dari maskapai, Pertamina misalnya dibanding internasional seperti Shell atau BP (British Petroleum) lebih kompetitif. Bila harga itu yang kompetitif dibandingkan harga domestik yang diberikan maskapai, sama-sama maskapai kita, bukan asing. Misalnya ke Singapura, diberikan lebih murah dibandingkan BP Singapura. Misalnya juga di Jeddah dan Medinah karena kita terbang ke sana, itu yang diberikan Pertamina jauh lebih murah 21 persen dibandingkan diberikan Medinah, negara pengekspor minyak terbesar," tambah Ari

Tidak ada komentar:

Posting Komentar