Meski tidak melakukan pola hidup yang berbahaya, anak-anak memiliki risiko kanker yang sama dengan orang dewasa. Bukan hanya dipengaruhi faktor genetik, kasus kanker pada anak rupanya bisa disebabkan gaya hidup keluarga yang tanpa disadari, memicu pertumbuhan kanker.
Dokter spesialis anak Agung Ngurah Ketut Putra Widnyana, Sp.A (K) menjelaskan, kanker pada anak ibarat miniatur orang dewasa. Sama-sama memerlukan penanganan tepat, namun dipicu oleh faktor berbeda.
Pada orang dewasa, besar kemungkinan kanker disebabkan pola hidup yang buruk seperti merokok atau sering minum minuman keras. Pada anak, kanker biasanya dipicu oleh faktor genetik atau keturunan keluarga.
Akan tetapi, kasus kanker pada anak sebenarnya tidak terlepas dari pola hidup dan lingkungan. Meski memang ada potensi genetik, lingkungan dan keluarga bisa menstimulasi pertumbuhan kanker.
"Genetik itu kan beda-beda. Genetik sejak lahir muncul, ini (kanker) tidak. Dia seperti membawa bibit, kemudian dia akan distimulasi oleh perilaku yang tidak baik seperti terpapar rokok, atau sering terpapar penyebab kanker pada anak lingkungan tidak sehat, infeksi, terkena virus, atau dia hidup di lingkungan pertanian yang sensitif dengan pestisida," terang dr Agung dalam talkshow "Waspada dan Kenali Kanker Anak Sejak Dini" oleh radio Kementerian Kesehatan, Kamis (11/2/2021).
Dr Agung menambahkan, kanker pada anak bisa dipicu oleh ibu yang merokok sejak anak masih dalam kandungan. Faktor-faktor seperti inilah yang memicu pertumbuhan kanker pada anak meski tidak terlihat memiliki pola makan atau kebiasaan berbahaya.
Pemicu kanker pada anak juga bisa berupa jajanan yang dikonsumsi tanpa pengawasan orang tua. Pasalnya, jajanan menarik bagi anak di luar rumah sering kali bersifat karsinogenik atau memicu kanker.
"Hindari makanan yang terlalu mencolok warnanya, lebih baik bawa makanan dari rumah. Semua kita yang kerjakan, kebersihan kita yang jaga," pungkas dr Agung.
https://kamumovie28.com/movies/hotel-transylvania/
Pasien COVID-19 dengan 5 Penyakit Komorbid Ini Lebih Berisiko Reinfeksi
Kekebalan atau imunitas tubuh sangat berkaitan dengan COVID-19. Jika kekebalan tubuh lemah, kemungkinan untuk mengalami reinfeksi atau terinfeksi COVID-19 kedua kalinya setelah pulih cukup besar.
Pada beberapa kasus, pasien yang telah pulih dari COVID-19 bisa mengalami reinfeksi dalam waktu kurang dari 50 hari. Sampai saat ini pun masih belum ada bukti klinis atau studi yang bisa menunjukkan berapa lama kekebalan tubuh terhadap COVID-19 bisa bertahan.
Para ahli percaya, reinfeksi COVID-19 ini bisa dipengaruhi oleh kondisi kesehatan seseorang. Jika kondisi kesehatannya lemah akan lebih rentan terkena reinfeksi virus Corona.
Studi British Medical Journal (BMJ) menemukan bahwa orang dengan penyakit penyerta berisiko lebih tinggi mengalami reinfeksi yang lebih ringan ataupun lebih parah. Untuk lebih waspada, berikut beberapa penyakit penyerta yang bisa meningkatkan risiko reinfeksi COVID-19 yang dikutip dari Times of India.
1. Diabetes
Salah satu penyakit komorbid atau penyerta yang bisa memperburuk kondisi pasien saat terinfeksi COVID-19 adalah diabetes, baik tipe 1 maupun 2. Pasien dengan penyakit ini lebih berisiko tinggi terinfeksi Corona karena bisa mengalami peningkatan infeksi kulit, kekebalan tubuh yang lemah, dan rentan terhadap penyakit lain.
Para peneliti juga mengamati bahwa pasien yang mengidap diabetes memiliki imunitas yang lambat. Hal ini bisa membuat mereka lebih rentan mengalami reinfeksi COVID-19.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar