Media penularan COVID-19 lewat permukaan kerap tak disadari, padahal virus Corona bisa bertahan hidup beberapa jam di sejumlah benda mati. Ketua Sub Bidang Penanganan Limbah Medis Bidang Penanganan Kesehatan Satgas COVID-19, Dr dr Lia G Partakusuma, SpPK, MM, MARS, merinci berapa lama COVID-19 bertahan di beberapa jenis permukaan.
"Bahwa dia itu masih hidup sebetulnya di dalam permukaan-permukaan, iya memang di aerosol dia bisa tinggal cuma 3 jam, tetapi kalau di permukaan dalam jumlah banyak dia bisa hidup di kaca, di kayu, di plastik, di limbah karton," jelas Dr Lia, yang juga seorang spesialis patologi klinis, dalam webinar di YouTube BNPB.
Menurut Dr Lia, COVID-19 juga bisa hidup di solid feses bahkan hingga berhari-hari. Maka dari itu, Lia menyebut setiap orang perlu mewaspadai penularan virus Corona COVID-19 dari beragam media.
"Nah di dalam solid feses itu dia masih ada 3-4 hari itu ya atau di feses masih ada, jadi banyak sekali bisa menularkan lewat mana-mana," bebernya.
Dr Lia menyarankan, bagi mereka yang tengah menjalani isolasi mandiri agar perlu selalu melakukan disinfeksi di rumah. Setidaknya, virus Corona COVID-19 disebutnya bisa mati dalam suhu lebih dari 60 derajat Celcius.
"Tentu kita harus melakukan disinfeksi, kita membunuh kumannya, virus ini bisa mati dalam suhu lebih dari 60 derajat celcius, pakai alkohol, atau pakai detergen," tegasnya
Udara (aerosol): 3 jam
Tembaga: 4 jam
Karton: 24 jam
Stainless steel: 2-3 hari
Saluran air: 3 hari
Solid feses: 3-4 hari
Plastik: 3 hari
Kayu: 4 hari
Kaca: 5 hari
https://indomovie28.net/movies/a-foolish-sister/
Studi Ungkap COVID-19 Bisa Picu Gangren, Kondisi Apa Itu?
Sebuah studi baru menegaskan bahwa virus Corona bisa membuat sistem kekebalan tubuh berbalik menyerang tubuh. Hal ini bisa menyebabkan gejala long Covid seperti flare rheumatoid arthritis dan autoimun myositis, yang dikenal sebagai Covid toes.
"Kami menyadari bahwa virus Corona bisa memicu tubuh untuk menyerang dirinya sendiri dengan cara yang berbeda, yang bisa menyebabkan masalah reumatologis dan memerlukan penanganan seumur hidup," kata penulis studi yang dipublikasi di jurnal Skeletal Radiology Dr Swati Deshmukh, dikutip dari Daily Star, Kamis (18/2/2021).
Untuk mengetahuinya, para peneliti menganalisis data dari pasien COVID-19 yang datang ke Rumah Sakit Memorial Northwestern antara bulan Mei dan Desember 2020. Hasilnya, beberapa pasien mengalami gejala jangka panjang dan memerlukan perawatan medis seperti MRI, CT scan, atau USG.
"Banyak pasien dengan gangguan muskuloskeletal yang berkaitan dengan COVID-19 bisa sembuh. Tetapi, pada beberapa orang gejala mereka menjadi lebih serius," kata Dr Deshmukh.
"Gambaran tersebut memungkinkan kita untuk melihat apakah nyeri otot dan sendi yang berhubungan dengan COVID-19 ini menjadi lebih berbahaya, dibandingkan yang disebabkan karena sakit biasa," lanjutnya.
Dari pemindaian tersebut mengungkap adanya peradangan, kerusakan saraf, dan pembekuan darah. Hal itu disebabkan oleh sistem kekebalan tubuh sebagai respons terhadap virus.
"Kita mungkin melihat pembengkakan dan perubahan inflamasi pada jaringan, hematoma atau gangren. Pada beberapa pasien bagian sarafnya terluka, sedangkan pada pasien-pasien lainnya mengalami masalah pada gangguan aliran darah," jelas Dr Deshmukh.
Pada beberapa kasus, para dokter tidak bisa menentukan penyebabnya, karena mereka masih belum mengetahui apa yang harus dicari. Untuk itu, diperlukan gambaran radiologis seperti MRI atau CT scan untuk membantu dalam pengobatan.
"Misalnya, jika pasien mengalami nyeri bahu terus-menerus pasca terinfeksi COVID-19, mereka memerlukan pemeriksaan menggunakan MRI atau ultrasound," imbuhnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar