Komnas Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) telah menerima laporan berbagai efek samping usai vaksinasi COVID-19. Sebagian besar hanya mengalami efek samping ringan yang sembuh dengan sendirinya, tidak ada yang mengalami kejadian serius.
Ketua Komnas KIPI Hinky Hindra Irawan Satari lebih detail menerangkan memang ada yang mengalami reaksi berat, seperti misalnya kolaps usai diimunisasi, namun itu terjadi bukan karena kandungan vaksin.
"Patut diperhatikan lebih dari 64 persen ada yang disebut kelompok immunization stress related respons. Jadi respons yang terkait dengan kecemasan akibat proses imunisasi, bukan kandungan imunisasinya," kata Hindra dalam konferensi pers yang disiarkan Kementerian Kesehatan, Senin (22/1/2021).
"Jadi lebih dari separuhnya karena proses imunisasinya," lanjut Hindra.
Keluhan yang dilaporkan seperti mual, muntah, pingsan, sesak napas, hingga kejang-kejang setelah diselidiki ternyata tidak berkaitan dengan kondisi medis. Tanpa bantuan obat para penerima vaksin yang melaporkan hal tersebut pun sembuh dengan sendirinya.
Hindra menjelaskan reaksi-reaksi tersebut bisa muncul karena ketakutan yang berlebihan terhadap imunisasi. Bisa karena sudah mendengar kabar miring terkait dampak vaksin COVID-19 atau tegang dengan jarum suntik.
"Ini terjadi pada dewasa, pada anak-anak jarang. Justru anak-anak mungkin cuma jerit-jerit saja abis itu dia happy," pungkasnya.
https://indomovie28.net/movies/the-intervention-3/
Bahaya di Balik Tren Superfood
- Superfood atau kelompok makanan kaya akan berbagai macam nutrisi, seperti antioksidan, serat, asam lemak, merupakan makanan yang diyakini memiliki berbagai manfaat bagi kesehatan tubuh. Sejumlah makanan yang termasuk ke dalam golongan ini adalah salmon, brokoli, dan blueberry.
Muncul pertama kali pada awal abad ke-20, istilah superfood awalnya digunakan sebagai bentuk promosi penjualan buah pisang yang dianggap murah, mudah dicerna, serta kaya akan zat bergizi. Namun sebenarnya, tidak ada definisi standar untuk menjelaskan istilah superfood di dalam dunia medis.
Sejak 2011 sampai 2015, terdapat peningkatan produk makanan dan minuman baru yang dirilis dengan istilah superfood, superfruit, atau supergrain. Peningkatan penggunaan istilah tersebut ternyata mencapai 200 persen. Contoh produk yang kerap disebut dengan istilah tersebut meliputi moringa, rumput laut, blueberry, jahe, kunyit, matcha, oat, barley, serta chickpeas.
Berdasarkan penelitian, produk-produk tersebut benar memiliki berbagai manfaat kesehatan. Meski begitu, istilah superfood dianggap lebih menekankan nilai pemasaran (marketing) saja daripada kandungan nutrisi dalam makanan tersebut.
Tren superfood kerap meyakini pada konsumennya bahwa berbagai manfaat, mulai dari memperlambat proses penuaan, menurunkan risiko depresi, hingga meningkatkan kemampuan fisik dan kecerdasan, dapat mereka dapatkan dengan menerapkan pola diet tertentu.
Kemudian, masyarakat didorong agar memiliki gaya hidup sehat guna terhindar dari berbagai penyakit kronis, seperti penyakit jantung, stroke, dan kanker. Namun, tren ini justru membuat masyarakat memiliki ekspektasi berlebih dan cenderung tidak realistis. Pasalnya, mereka menjadi beranggapan bahwa mereka dapat merasakan sejumlah manfaat tersebut hanya dengan mengonsumsi satu atau dua jenis makanan.
Sehingga, beberapa orang justru hanya fokus mengonsumsi kelompok makanan tertentu saja. Padahal, mengonsumsi superfood berarti membatasi makanan ke dalam beberapa pilihan saja dan malah menurunkan nutrisi yang seharusnya dikonsumsi secara optimal.
Lalu, apakah superfood tetap harus dikonsumsi? Apakah mengonsumsi makanan bergizi lainnya lebih baik dari superfood?
KLIK DI SINI UNTUK KE HALAMAN SELANJUTNYA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar