Jumat, 19 Februari 2021

Jepang Laporkan Varian Baru Corona, Sudah Ada 93 Kasus

 - Tantangan menghadapi pandemi semakin bertambah dengan munculnya berbagai varian baru Corona. Terbaru, Jepang melaporkan kemunculan varian yang jadi perhatian karena memiliki mutasi pada bagian spike protein yang memengaruhi kemampuan virus menular.

Kepala Sekretariat Kabinet Jepang, Katsunobu Kato, menjelaskan varian ditemukan pada 91 kasus infeksi di area Kanto dan dua kasus di bandara. Pemantauan akan diperketat karena dikhawatirkan varian ini lebih mudah menular dan resistan terhadap vaksin.


"Varian ini kemungkinan lebih mudah menular daripada COVID-19 pada umumnya dan bila terus menyebar secara lokal bisa berujung pada lonjakan kasus," kata Kato seperti dikutip dari Reuters, Jumat (19/2/2021).


Menurut National Institute of Infectious Diseases, varian yang ditemukan ini berbeda dari varian-varian lain yang menyebar secara sporadis di Jepang.


Kementerian Kesehatan Jepang juga sebelumnya sudah melaporkan 151 kasus varian baru virus Corona dari Inggris, Afrika Selatan, dan Brasil.


Hingga saat ini Jepang telah mengonfirmasi lebih dari 400 ribu kasus COVID-19 dengan 7.194 di antaranya meninggal dunia.

https://cinemamovie28.com/movies/catatan-harian-si-boy/


Pakar IDI Ragukan Klaim Vaksin Nusantara Membentuk Antibodi Seumur Hidup


Ketua Satgas COVID-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof Zubairi Djoerban menanggapi klaim vaksin Nusantara, vaksin dendritik yang diprakarsai dr Terawan Agus Putranto, yang disebut-sebut bisa membentuk antibodi seumur hidup. Menurutnya, hingga saat ini belum ada vaksin COVID-19 yang bisa membuktikan hal tersebut.

"Vaksin Nusantara diklaim menciptakan antibodi seumur hidup. Mana buktinya?" cuitnya dalam akun Twitter pribadi @ProfesorZubairi, dikutip atas izin yang bersangkutan, Jumat (19/2/2021).


"Data uji klinis fase duanya saja belum ada apalagi fase tiga. Jadi, jika mau bicara klaim, tentu harus dengan data. Harus dengan evidence based medicine," lanjutnya.


Sejauh ini, menurutnya, vaksin Corona seperti Moderna, Sinovac, hingga Pfizer saja belum ada yang bisa membuktikan berapa lama antibodi bisa bertahan. Menurutnya, vaksin Influenza pun bertahan kurang dari setahun akibat mutasi virus.


"Tidak ada itu klaim yang mereka sampaikan bahwa antibodi dari vaksin-vaksin tersebut bisa bertahan enam bulan, satu tahun, apalagi seumur hidup," tegasnya.


Tanggapan para pakar

Komentar yang sama sempat disampaikan pakar biologi molekuler Ahmad Rusdan Utomo. Ia juga ikut mempertanyakan transparansi data uji klinis Fase I vaksin Nusantara yang menurutnya tiba-tiba sudah rampung.


Lebih lanjut, Ahmad menilai dari segi kerumitan teknologi sel dendritik, ia menyebut teknologi ini tak cocok untuk digunakan di kondisi pandemi COVID-19 Indonesia.


"Dari segi kemanfaatannya dan kerumitannya itu nggak cocok untuk kondisi jangankan Indonesia ya, untuk negara maju saja kaya Amerika itu kan nggak melakukan itu," sebut Ahmad saat dihubungi detikcom beberapa waktu lalu.


"Kalau memang ini bagus banget, harusnya mereka duluan, mereka yang melibatkan itu, tapi kan mereka nggak melibatkan itu karena gimana ya rumit sekali lah, lebih mudah menginjeksikan tinggal suntik gitu kan selesai," lanjutnya.


Dalam kesempatan berbeda, ahli penyakit tropik dan infeksi dr Erni Juwita Nelwan SpPD juga meyakini teknologi sel dendritik secara keilmuwan sangat rumit dan memakan biaya besar.


"Bahwa dendritik sel itu memang akan teraktivasi pada sebagian besar infeksi virus," kata dr Erny.


"Tetapi kalau kita membuat dendritik sel ini sebagai basic untuk kemudian bisa menjadikannya sebagai vaksin saya rasa secara keilmuwan ini akan sangat luar biasa sulit dan mungkin bisa jadi mahal, itu dari sisi manufacturingnya, pembuatannya," lanjutnya.


Seperti apa klaim vaksin Nusantara yang bisa memicu antibodi seumur hidup?

https://cinemamovie28.com/movies/catatan-si-boy-5/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar