Penggunaan tali pengait masker atau mask strap semakin menjadi tren di kalangan muda di masa pandemi COVID-19 ini. Mask strap ini berfungsi untuk menyimpan masker dengan cara digantung di leher agar lebih praktis.
Namun, Satgas Penanganan COVID-19 tidak menganjurkan penggunaan tali pengait masker ini. Hal ini karena menyimpan masker dengan cara digantung justru berpotensi menyebarkan virus.
"Kalau kita turunkan pakai pengait itu sampai ke bawah, itu akan kena ke hijab, ke baju. Jadi sebenarnya bagian dalam masker itu tidak boleh kontak dengan lain-lain kecuali dengan bagian tubuh," kata Ketua Bidang Penanganan Kesehatan Satgas Covid-19 Brigjen TNI (Purn) dr Alexander K Ginting, SpP (K) dalam konferensi pers BNPB yang disiarkan beberapa waktu lalu.
dr Alex menjelaskan, masker terdiri dari dua bagian yaitu luar dan dalam. Bagian luar berfungsi untuk menyaring virus, bakteri, dan juga kuman agar tidak masuk ke bersama udara ke saluran napas.
Sementara bagian dalam masker berfungsi untuk menghambat droplet yang keluar dari mulut, yang bisa keluar saat berbicara. Lalu, apa yang terjadi saat menggantung masker dengan tali pengait ini?
Menurut dr Alex, dengan menggantung masker itu bisa berpotensi menyebabkan bagian dalam masker terpapar area luar seperti leher, yang mungkin jadi tempat menempelnya virus. Secara tidak sadar, ini akan memperbesar potensi penularan virus Corona.
"Apalagi jika tangan kita menyentuh bagian luar kemudian menyentuh lagi bagian dalam. Naik turunnya masker itu yang kita khawatirkan terlebih jika jari-jari kita menyentuh bagian luar masker," jelasnya.
https://cinemamovie28.com/movies/i-want-to-be-like-the-main-character-in-a-novel/
Punya Riwayat Alergi, Boleh Suntik Vaksin COVID-19? Ini Penjelasan Dokter
Pada beberapa kasus yang sudah terjadi, vaksinasi COVID-19 bisa memicu reaksi alergi. Karena jenis vaksin dan substansi atau kandungannya masih baru, pendeteksian risiko alergi sebelum penyuntikan vaksin COVID-19 tidak bisa dilakukan.
Hal ini disampaikan oleh ahli alergi dan imunologi Prof Dr dr Iris Rengganis, SpPD-KAI. Dengan kandungan vaksin yang masih terbilang baru, riwayat alergi obat tertentu tidak bisa dijadikan patokan untuk memprediksi risiko alergi vaksin COVID-19.
Artinya, tidak ada orang yang pernah mencoba dan mengalami reaksi, kecuali orang-orang yang sudah mendapatkan suntikan dosis pertama.
Karena substasinya yang baru dan berbeda, reaksi alergi terhadap vaksin baru ini tidak bisa dibandingkan dan disamakan dengan reaksi alergi terhadap obat lainnya. Maka itu, orang yang memiliki riwayat alergi pada obat apa pun tetap diperbolehkan menerima suntik vaksin COVID-19.
"Memang kalau orang alergi obat tertentu, disuntik vaksin (COVID-19) nggak apa-apa, tapi harus dalam pengawasan. Karena bahannya beda," terang Prof Iris saat dihubungi detikcom, Sabtu (27/2/2021).
"Orang kadang-kadang langsung bilang 'nggak bisa vaksin' karena takut riwayat alerginya banyak," lanjutnya.
Satu-satunya cara untuk mengetahui adanya reaksi alergi terhadap vaksin COVID-19 adalah dengan menerima suntikan dosis pertama. Maka itu, orang yang mengalami reaksi alergi setelah disuntik vaksin COVID-19 dosis 1 tidak diperbolehkan menerima dosis ke-2.
"Alergi terhadap bahan yang ada di vaksin memang tidak bisa diketahui karena ini (suntik dosis 1) untuk pertama kali. Tapi yang dosis ke-2, baru bisa. Kalau makanan, debu, itu bisa dites. Tapi kalau vaksin ini karena belum pernah, jadi kita tidak bisa ketahui," imbuhnya.
Ia menyebutkan, sejauh ini alergi yang ditemukan dari vaksinasi COVID-19 adalah gejala ringan menuju sedang, seperti timbul bentol-bentol di tubuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar