Seiring vaksinasi COVID-19 yang kini telah memasuki tahap 2 mencakup target petugas layanan publik dan lansia, masyarakat masih terus diimbau untuk melakukan langkah-langkah pencegahan. Di antaranya, dengan melakukan tes Corona jika mengalami gejala atau telah berinteraksi dengan pasien COVID-19.
Dokter spesialis mikrobiologi klinis dari Intibios Lab, dr Enty, SpMK, menjelaskan bahwa pada dasarnya ada dua kondisi yang membuat seseorang perlu melakukan tes COVID-19.
Pertama, jika seseorang mengalami gejala. Kedua, jika seseorang sempat bertemu dengan orang yang dinyatakan positif COVID-19 dalam 2 pekan terakhir.
"Kalau yang bersangkutan menyadari adanya kontak dengan terduga atau pasien yang sudah dinyatakan positif COVID-19. Namanya tracing, tapi mandiri," ujarnya saat ditemui detikcom di Jakarta, Kamis (18/2/2021).
Untuk melakukan tes PCR (polymerase chain reaction), seseorang tidak harus menunggu hasil tracing oleh pemerintah atau fasilitas kesehatan. Jika ada orang terdekat yang dinyatakan terinfeksi, seseorang perlu melakukan tes, dalam kondisi bergejala atau pun tidak bergejala.
Selain secara mandiri, tracing bisa difasilitasi oleh kantor atau komunitas untuk membantu pemerintah melacak penyebaran dan laju COVID-19.
"Dengan siapa saja kontak dalam 2 minggu terakhir? Misal di kantor (ada yang positif), itu populasi seluruhnya bisa dilakukan pemeriksaan. Umumnya dari pemerintah, tapi tidak menutup kemungkinan ada tracing dari kantor dan organisasi," imbuhnya.
https://movieon28.com/movies/my-friends-sister-4/
Vaksin Corona untuk Ibu Menyusui Disarankan dalam Kondisi Ini
Apakah vaksin Corona aman untuk ibu menyusui? Menurut berbagai otoritas kesehatan vaksin sebetulnya bisa diberikan pada ibu menyusui, terutama dalam kondisi tertentu.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai contoh menyarankan pemberian vaksin pada ibu hamil atau menyusui yang merupakan seorang tenaga kesehatan. Ini karena sang ibu berisiko tinggi terpapar oleh virus sehingga vaksin diberikan untuk melindunginya dari risiko infeksi parah.
Rekomendasi WHO ini masih belum diberlakukan untuk seluruh populasi ibu hamil dan menyusui karena perlu ada data bukti-bukti ilmiah tambahan.
"Bagi yang kemudian sudah menerima vaksin, WHO tidak merekomendasikan berhenti menyusui," tulis WHO seperti dikutip dari situs resminya pada Kamis (18/2/2021).
Hal yang sama juga diutarakan oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC). Sejauh ini vaksin tidak terbukti berbahaya bagi bayi yang menyusui, sehingga bila sang ibu termasuk kelompok prioritas maka tidak ada salahnya menerima vaksin.
Menurut studi yang dipublikasi di jurnal mBio, antibodi terhadap COVID-19 bisa terdeteksi di air susu ibu (ASI). Karena itu peneliti menduga ibu yang mendapat vaksin bisa juga melindungi anaknya dari COVID-19 lewat antibodi pada ASI.
Di Indonesia sendiri, Kementerian Kesehatan melalui Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit telah mengeluarkan petunjuk teknis vaksinasi COVID-19 bagi ibu menyusui. Disebutkan bahwa kelompok ibu menyusui bisa mendapat suntikan vaksin COVID-19.
"Betul (petunjuk teknis yang baru) ditambah hal yang kemarin tentunya masih berlaku," jelas juru bicara vaksinasi COVID-19 dari Kemenkes, dr Siti Nadia Tarmizi, beberapa waktu lalu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar