Rektor Universitas Paramadina Prof Firmanzah meninggal dunia pagi ini. Ia disebut mengalami vertigo sebelum meninggal.
Hal ini disampaikan salah satu dosen Paramadina, Hendri Satrio. "Benar, meninggal pagi ini. Kabar dari pihak keluarga karena vertigo," kata Hendri, dikutip dari CNNIndonesia.
Lantas, benarkah vertigo berbahaya hingga memicu kematian?
Dokter spesialis saraf Rimawati Tedjasukmana menjelaskan, sebenarnya vertigo adalah gejala bukan penyakit.
Vertigo yang bisa berujung kematian adalah jenis vertigo sentral, yang biasanya disebabkan oleh stroke karena sumbatan pembuluh darah, pendarahan atau pecah pembuluh darah, tumor, infeksi, atau peradangan.
Vertigo sentral disebabkan kelainan di otak kecil (cerebellum) atau batang otak.
"Biasanya vertigo sentral lebih lama (berlangsungnya). Mual atau muntah jarang, tidak tergantung perubahan posisi tubuh. Bisa ada kelainan saraf lain seperti kelemahan lengan, tungkai, baal, kesemutan, dan gangguan keseimbangan," terang dr Rimawati saat dihubungi detikcom, Sabtu (6/2/2021).
Gejala pada vertigo sentral memang mirip dengan jenis vertigo yang lebih ringan yakni vertigo perifer. Akan tetapi, vertigo sentral berlangsung lebih lama.
Vertigo sentral sebagai gejala stroke ini bisa timbul tiba-tiba, tanpa perkiraan batas waktu sebelum stroke terjadi. Vertigo ini timbul sebagai gejala sehingga bisa terjadi walaupun seseorang belum pernah memiliki riwayat stroke sebelumnya.
"Bisa gejala stroke berupa vertigo. Jadi bisa sebelumnya tidak pernah stroke," ujar dr Rimawati.
dr Rimawati menambahkan, orang yang mengalami vertigo sentral harus cepat ditangani dengan tepat. Pasalnya, vertigo sentral ini kerap merupakan gejala stroke sehingga bisa berujung fatal jika penanganan terlambat.
"Jenis vertigo yang berdampak fatal adalah vertigo sentral. Jadi harus cepat didiagnosis supaya bisa cepat ditangani," imbuhnya.
Berbeda halnya dengan vertigo perifer yang mungkin dialami anak muda atau orang dewasa. Vertigo ini bukanlah gejala stroke, melainkan disebabkan oleh trauma kepala atau infeksi telinga.
Sedangkan pada lansia, vertigo perifer bisa disebabkan oleh faktor degeneratif atau perubahan fungsi organ karena proses penuaan.
https://cinemamovie28.com/movies/sacrifice-5/
Usai Batal Lelang Frekuensi 2,3 GHz, Kominfo Susun Rencana Gelar 5G
Semenjak proses lelang frekuensi 2,3 GHz dibatalkan pada Januari kemarin, masa depan 5G di Indonesia kembali tak terlihat. Saat ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) berupaya menyusun penggelaran 5G di Tanah Air.
Juru Bicara Kementerian Kominfo Dedy Permadi mengatakan saat ini instansinya berserta pihak terkait sedang mengupayakan penggelaran 5G di Indonesia.
"Sedang diupayakan secepatnya," ujar Deddy saat dihubungi detikINET, Kamis (4/2/2021).
Saat ditanya lebih detail, kapan pelaksanaan 5G di Indonesia bisa diketahui publik. Kominfo belum memberikan tanggal mainnya.
"Upaya penggelaran 5G sedang dipersiapkan secepatnya," kata Deddy.
Diberitakan sebelumnya, pada akhir 2020, Kominfo sempat memberikan gambaran semakin dekatnya layanan 5G di Indonesia. Hal itu terlihat dengan dibukanya lelang frekuensi 2,3 GHz yang nantinya dimanfaatkan untuk transformasi digital hingga penggelaran 5G.
Proses lelang berlangsung cukup sengit sampai menyisakan tiga operator seluler yang dinilai membutuhkan tambahan spektrum. Namun, setelah diumumkan pemenang lelang, Kominfo secara mengejutkan membatalkan lelang frekuensi 2,3 GHz.
Kominfo mengatakan membatalkan hasil lelang frekuensi 2,3 GHz karena ingin berhati-hati dan cermat lagi dalam menjalankan proses seleksi ini, antara lain agar dapat lebih selaras dengan ketentuan di dalam PP 80 Tahun 2015 yang mengatur PNBP di lingkungan Kementerian Kominfo. Yang terbaru, Menkominfo mengatakan di DPR bahwa frekuensi 2,3 GHz bukan untuk 5G.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar