Pembelajaran tatap muka (PTM) secara terbatas direncanakan berlangsung pada Juli 2021. Dikhawatirkan, anak-anak yang sejak kecil atau sepanjang 2020 tidak tidak menerima vaksin secara lengkap berisiko tinggi terkena COVID-19 atau penyakit menular lainnya.
"Kalau sekolah (tatap muka) Juli 2021, waspada akan terjadi penularan COVID yang cepat pada anak-anak. Selama 2020 banyak yang vaksinasinya tertunda," ujar Sekretaris Satgas Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Prof DR dr Soedjatmiko, SpA(K) dalam diskusi daring, Jumat (30/4/2021).
Ia khawatir, anak-anak yang tidak pernah diimunisasi atau belum menerima imunisasi secara lengkap tidak memiliki kekebalan yang baik. Terlebih, banyak orangtua membatasi aktivitas di rumah sakit, termasuk vaksinasi, sepanjang 2020 karena takut tertular COVID-19.
"Kalau teman-teman yang di sekolah tatap muka ada bakteri, karena diimunisasi dia nggak sakit, carrier. Yang tidak diimunisasi karena tidak punya kekebalan mudah sekali tertular," imbuh Prof Miko.
Pasalnya, bukan hanya COVID-19 yang mengancam kesehatan anak-anak dari aktivitas berkerumun. Melainkan pula penyakit menular lainnya seperti difteri dan campak rubella yang pencegahannya memerlukan imunisasi lengkap.
"Jadi anak yang tidak diimunisasi pada sekolah tatap muka yang tidak lengkap berisiko lebih tinggi dibanding anak yang sudah diimunisasi," lanjutnya.
Jika anak-anak terlanjur tidak diimunisasi hingga usia sekolah, orangtua masih bisa mengupayakan pemberian vaksin.
Tidak perlu khawatir, dokter di puskesmas atau rumah sakit akan menyesuaikan jenis vaksin dengan usia anak.
Misalnya, anak remaja masih bisa diberikan vaksin human papilloma virus (HPV) dan vaksin influenza.
"Kalau sudah terlanjur imunisasi tidak lengkap atau tidak pernah, segera dilengkapi. Jika belum pernah diimunisasi berarti belum punya kekebalan," pungkas Prof Miko.
https://indomovie28.net/movies/spider-man-into-the-spider-verse/
Disetujui BPOM, Vaksin Sinopharm Berasal dari Negara Mana?
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) baru saja mengeluarkan izin penggunaan darurat vaksin COVID-19 untuk vaksin Sinopharm. Banyak yang penasaran, vaksin Sinopharm berasal dari negara mana?
Vaksin ini dibuat oleh Sinopharm atau China National Pharmaceutical Group. Di Indonesia, vaksin yang baru saja disetujui ini nantinya akan digunakan dalam program vaksinasi gotong royong yang didistribusikan oleh Kimia Farma.
"EUA 2159000143A2 untuk vaksin dengan kemasan 1 vial berisi 0,5 ml. Indikasi yang disetujui adalah untuk membentuk antibodi untuk mencegah COVID-19 pada orang dewasa di atas 18 tahun dengan pemberian dosis pada durasi 21-28 hari," kata Kepala BPOM Penny K Lukito, dalam konferensi pers, Jumat (30/4/2021).
Vaksin Sinopharm dikembangkan dengan platform inactivated virus, yaitu virus yang sudah dimatikan. Metode atau platform juga digunakan oleh Sinovac untuk membuat vaksin COVID-19 CoronaVac. Vaksin Sinopharm juga telah melakukan uji klinis fase 3 yang melibatkan 42 ribu relawan dan dilakukan di Uni Emirat Arab.
Dalam hasil uji klinis ditemukan efikasi sebesar 78 persen. Adapun pengukuran imunogenitas setelah 14 hari pemberian dosis kedua vaksin Sinopharm memiliki netralitas yang cukup besar. Pada orang dewasa mencapai 99,52 persen, sementara pada lansia 100 persen.
Menurut Kepala BPOM, efek samping yang ditimbulkan pasca penyuntikan masih bisa ditoleransi dengan baik. Kejadian efek sampingnya sangat jarang terjadi.
Efek samping dari vaksin Sinopharm yang terjadi meliputi efek samping lokal ringan dan sistematik.
Efek samping lokal ringan (tingkat kejadian 0,01 persen)
Bengkak
Rasa sakit
Kemerahan
Efek samping sistemik (tingkat kejadian 0,1 persen)
Sakit kepala
Nyeri otot
Demam
Batuk
"Jadi, dari aspek keamanan adalah baik kategorinya, dapat ditoleransi dengan baik," kata Penny.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar