Rabu, 01 Januari 2020

Uji Nyali Memanjat Gunung Parang (2)

Panas terik matahari yang membakar saat kami berada di puncak sekitar pukul 10-12 siang membuat stamina cepat menurun karena dehidrasi. Bawalah tas kecil untuk membawa minuman botol dan siapkan fisik dengan sarapan yang banyak dan minum vitamin agar badan tidak drop. Tiba saatnya menuruni tebing, aku mulai merasa kelelahan.

Saya pun tak memaksakan diri dengan berhenti sejenak untuk beristirahat dan mengatur nafas dalam posisi duduk di tebing batu yang kecil. Terpeleset sedikit saja mungkin aku sudah jatuh ke jurang. Apalagi saat itu memang pandangan sudah tidak fokus dan sempat tergelincir karena kaki sudah gemetar kelelahan. Akhirnya saya membiarkan orang lain mendahului saat beristirahat hingga akhirnya tertinggal di rombongan terakhir dengan 3 orang peserta laki-laki yang menemani.

Pelan-pelan menuruni tangga, akhirnya sampai juga di titik ferrata terakhir, namun kaki ini sudah tidak kuat lagi untuk berjalan. Perjalanan tanah yang landai yang tinggal 200 meter menuju posko itu pun tetap terasa jauh karena kaki ini sudah mulai kaku untuk berjalan. Setelah beberapa menit beristirahat, saya  coba memaksakan diri untuk turun lagi pelan-pelan. Ternyata diujung tangga yang tinggal 10 meter dari posko itu terlihat peserta lain sudah terjatuh pingsan tak sadarkan diri. Tubuh yang gempal mungkin membuat perjalanannya lebih berat. Beberapa orang beserta guide ikut membantu menyadarkan peserta itu.

Sesampainya di posko, kami langsung menyerbu minuman es dingin yang telah terbayang-bayang sejak di puncak tadi. Dalam sekejap berliter-liter air pun ludes. Makan siang khas Sunda pun habis dilahap seolah pembalasan dendam atas perjuangan tadi. Di sisi lain, peserta yang pingsan belum sadarkan diri dan akhirnya kami memutuskan pulang duluan karena terikat jadwal kereta pulang. Beberapa teman tetap tinggal menemani peserta yang pingsan hingga dibawa ke rumah sakit. Dalam perjalanan pulang kami di kereta yang penuh peluh, kami mendengar kabar duka-cita dari peserta yang pingsan tadi. Rasa kaget tak percaya mendengar berita bahwa ia telah meninggal dunia. Kamipun tak menyangka dan tak ada yang tahu sebabnya.

Dalam perjalanan pulang kami saling memanjatkan doa untuk almarhum dan beberapa teman sempat mengiringi ke rumah beliau. Bagaikan perjuangan hidup dan mati saat mendaki, tak disangka salah satu teman kami meninggalkan kami lebih dulu, mungkinkah karena kelelahan. Seminggu berselang beberapa teman ikut bersimpati di kediaman beliau di 7 hari kepulangannya. Selamat jalan teman, doa terbaik untukmu, kenanganmu bersama kami takkan terlupakan.

Setelah sukses mencoba ketinggian yang curam di Gunung Parang ini, rasanya lega dan puas sekali bisa menaklukkan rasa takut sendiri. Jadi ingin mencoba ketinggian yang lain nih seperti gedung tertinggi di dunia Burj Khalifa yang ada di Dubai. Negara Arab adalah salah satu destinasi impianku kelak, selain ingin beribadah umroh atau haji, juga napak tilas perjalanan para Nabi dan menjelajah semua tempat termasuk Burj Khalifa.

Memandang kemegahan gedung ini dengan kemajuan arsitekturnya seperti memandang kemajuan peradaban manusia. Apa yang saya bayangkan saat berada di puncak Burj Khalifa adalah hembusan angin kencang sambil memandang jauh lautan lepas, memaknai ciptaan Tuhan dan mensyukurinya. Semoga saja melalui tulisan ini impian untuk berada di puncak gedung tertinggi di dunia Burj Khalifa dapat terwujud oleh Detik Travel melalui program Dream Destination.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar