"Kami juga ingin Pariwisata diharapkan mampu menghasilkan income pendapatan masyarakat sekitar. Maka dari itu harus mendunia, dan kami siap mendukung dan bersinergi," ungkap Julianti.
Lebih lanjut Julianti mengatakan, sesuai UU No 5/1990 fungsi Taman Nasional ada 3, yakni pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya.
"Pengelolaan kawasan konservasi dilakukan dengan sistem zonasi. Untuk aktivitas usaha dan sarana wisata alam, hanya bisa dilakukan di zona pemanfaatan dan zona lainnya dengan wisata terbatas. Kecuali zona inti, di sana tidak boleh ada aktivitas wisata alam," ujarnya.
Julianti melanjutkan, secara Nasional PJLHK mempunyai indikator kinerja terkait jumlah kunjungan wisatawan ke kawasan konservasi dengan berkesinambungan bersama Kementerian Pariwisata.
"Arah kebijakan Taman Nasional Komodo sudah sangat mendukung pariwisata Indonesia. Presentase jumlah wisatawan mancanegara ke kawasan konservasi rata-rata per tahun sebesar 3,73% dari kunjungan wisman ke Indonesia. Dampaknya sangat bagus yakni nilai ekonomi dan rekreasi TN Komodo per 2011 adalah 3,2 triliun. Maka ini jika terus digenjot akan semakin mensejahterakan," tambahnya.
Lebih jauh Julianti menambahkan, saat ini sudah ada master plan nasional pengembangan pariwisata alam di kawasan konservasi TN Komodo menjadi Gravity Center. Pengembangan sebagai pusat magnet wisata alam secara nasional bahkan internasional, dengan strategi aktivitas wisata alam yang berdasarkan daya dukung dan sentuhan high-end.
Deputi Bidang Pengembangan Industri dan Kelembagaan Ni Wayan Giri Adnyani menambahkan, terbatasnya jumlah investasi di bidang pariwisata menunjukkan bahwa peran swasta dan masyarakat dalam pembangunan pariwisata masih belum optimal.
Hal tersebut dipengaruhi oleh kondisi ekonomi, situasi keamanan, dan kebijakan pemerintah dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif.
"Belum memadainya sarana dan prasarana pendukung pariwisata, kurang optimalnya pengelolaan destinasi, dan kurang memadainya informasi pariwisata, menjadi hal serius yang harus kita pecahkan bersama untuk kemudian dicarikan solusi," ujar Giri.
Giri menyadari, ketersediaan SDM pariwisata yang berkualitas dan profesional masih belum tercukupi. Begitu pula dengan sarana dan prasarana pendidikan, kurikulum pendidikan pariwisata yang tidak berdaya saing global, serta belum adanya standarisasi dan sertifikasi SDM pariwisata.
"Bahkan, penempatan SDM pariwisata di daerah terkadang juga tidak sesuai dengan kebutuhan atau the right man is not in the right place," tambahnya.
Di sisi lain, lanjut Giri, kemajuan Teknologi Komunikasi dan Informasi (ICT) sebenarnya mampu menghadirkan e-business menjadi strategi baru dalam pemasaran pariwisata. Konsep itu juga mampu memberikan banyak kemudahan, baik dalam koneksi business to business (B to B), maupun business to customer (B to C).
Lebih jauh Giri menyatakan, NTT sebenarnya merupakan salah satu daerah yang memiliki banyak destinasi wisata. Selain Taman Nasional Komodo dan Labuan Bajo, ada tempat-tempat menarik yang tentunya juga layak untuk disinggahi.
Destinasi yang dimaksud antara lain Pantai Lasiana, Gunung Fatuleu, Pantai Oetune dan Kolbano, serta Budaya Suku Boti. Kemudian Pulau Kera, Bukit Liman, Batu Tarmanu, Tiang Bendera, Mulit Seribu, Pantai Bo'a, Pantai Oeseli, dan Pantai Tolanamon Inaoe.
"Ada pula wisata minat khusus, meliputi wisata budaya dan sejarah, wisata alam dan ekowisata, wisata olahraga rekreasi, wisata kuliner dan belanja, wisata konvensi, insentif, pameran dan event," tuturnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar