Minggu, 05 Januari 2020

Beijing yang Ramah Turis Muslim

Udara dingin langsung menyadarkan diri bahwa sudah tiba di belahan bumi lain. Sejenak meninggalkan Jakarta yang masih hangat. Dua lapis jaket menutupi badan, namun tak mampu membendung udara dinginnya. Suhu 4 derajat, menyapa tubuh ini.

Ada uap yang keluar saat kami berbincang. Ternyata apa yang ditonton di film bukanlah sekedar efek, namun terjadi dengan sendirinya. Tubuh tak mampu menampung suhu dingin, sehingga ada uap keluar dari mulut.

Perkenalan pertama kali dengan tour guide cantik, Xiu, semakin melengkapi kebahagiaan. Bahasa Indonesianya sangat fasih. Semakin menyenangkan saat kami diajak makan siang sebelum berkeliling.

Dengan ditemani driver dan tour guide lokal, kami menyerahkan seluruh perjalanan kepada pihak tour. Mobil melaju menuju Restaurant Bebek Peking yang menjadi kuliner khas China.

Tumis pakcoy dengan butiran cacahan bawang putih, irisan Peking duck, saos, irisan mentimun, dan sejenis gulai memenuhi meja makan. Setelah foto-foto sejenak, tak sabar kami segera melahapnya.

Tampak pohon-pohon masih meranggas. Akhir musim salju tak menyisakan daun-daun di pepohonan. Pandangan yang jarang ditemui di Indonesia. Tampak gersang, namun udara dinginnya masih belum terbiasa.

Saat perut terisi, tentu mood akan terjaga. Setelah itu, kita diajak untuk melaksanakan sholat dzuhur telebih dahulu. Makin membahagiakan, karena kami melaksanakan sholat di Masjid Niujie.

Mesjid yang terasa sudah sangat dekat, melahap habis cerita novel Assalamualaikum Beijing, milik Bunda Asma Nadia. Mesjid Niujie ini menjadi latar tempat yang banyak diceritakan. Dalam novel, dikatakan bahwa Mesjid Niujie adalah masjid yang banyak menampung cerita perkembangan peradaban islam di China.

Mesjid Niujie menjadi salah satu bukti tanda perkembangan islam di China. Mengabadikan setiap sudut Mesjid Niujie dalam kamera. Tampak jadwal waktu sholat terpampang setelah melewati pintu gerbang masjid. Membaca tanda panah atau mencoba bertanya dengan bahasa isyarat mengenai letak lokasi untuk mengambil wudhu. Bentuk bangunan yang unik dan tidak seperti masjid umumnya, kami agak kesulitan menemukan tempat salat.

Areanya termasuk luas. Ternyata, letaknya memang ada di posisi agak ke belakang. Setelah mencoba bertanya dengan seorang jamaah perempuan. Cara berwudhu yang unik. mungkin bukan caranya. Tapi fasilitas yang unik untuk berwudhu. Kami masuk ke dalam ruangan. Ada petugas yang memperagakan kepada kami cara menggunakan fasilitas disana.

Kami melihat ada beberapa baris teko berukuran sedang, kira-kira muat air sebanyak 500 ml. Selanjutnya, kami menampung air yang dihasilkan dari sebuah mesin dengan teko tersebut. Air yang keluar adalah air hangat. Air yang sengaja digunakan agar badan tidak terlalu kaku karena udara dingin yang masih menguasai.

Sangat membantu menghangatkan, karena badan yang belum terbiasa. Tangan masih berasa kaku meski sudah memakai sarung tangan. Dari air teko tersebut, kami menyelesaikan wudhu. Setelah berwudhu, saya menuju mesjid. Jaraknya dari tempat wudhu sekitar 100 m.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar