- Komnas KIPI membeberkan detail kasus meninggal usai terima vaksin Corona baik Sinovac maupun AstraZeneca. Hampir semuanya dengan diagnosis penyakit penyerta.
Pada vaksin Sinovac, ada 211 KIPI serius, 27 di antaranya meninggal. Sementara untuk vaksin AstraZeneca, tercatat tiga penerimanya meninggal.
Rincian keduapuluh tujuh kasus meninggal usai Sinovac adalah sebagai berikut.
10 orang karena terinfeksi COVID-19
14 orang karena penyakit jantung dan pembuluh darah
1 orang karena gangguan fungsi ginjal secara mendadak
2 orang diabetes melitus, dan hipertensi yang tidak terkontrol.
Untuk vaksin AstraZeneca, sejauh ini tercatat tiga kasus meninggal dengan diagnosis sebagai berikut:
1 orang karena radang paru
1 orang karena terinfeksi COVID-19
1 orang dead on arrival (DOA), masih dilakukan pendalaman/autopsi lanjutan untuk memastikan penyebab.
Ketua Komnas KIPI Prof Hindra Irawan Satari mengatakan mereka yang meninggal setelah vaksinasi diyakini tak terkait vaksin COVID-19.
"Kenapa kami bisa membuat diagnosis itu, karena datanya lengkap, diperiksa, dirawat, dirontgen, di CT-Scan, di-lab, jadi dapat diagnosisnya, jadi semuanya tertangani," kata Prof Hindra saat rapat kerja bersama DPR Komisi IX, Kamis (20//2021).
Prof Hindra juga menyampaikan hingga 16 Mei, tercatat ada 229 laporan KIPI serius. Sedangkan untuk KIPI non serius ada 10.628 kasus dengan 9.738 setelah vaksinasi Sinovac dan 889 setelah menerima vaksin AstraZeneca.
"Non serius itu demam, mual, muntah, pusing, nyeri, hingga sakit kepala," bebernya.
https://maymovie98.com/movies/real-steel/
Ada-ada Saja, Warga di Negara Ini Sebut Vaksin COVID-19 Adalah Setan
Upaya program vaksinasi COVID-19 di Bolivia diterpa misinformasi anti-vaksin yang memicu timbulnya skeptisisme di masyarakat.
Kondisi tersebut menyebabkan pusat inokulasi hampir kosong. Ini menjadi sebuah tantangan bagi pemerintah Bolivia dalam menghadapi gelombang infeksi baru.
Dikutip dari laman Reuters, petugas kesehatan dan pejabat di Bolivia menyatakan keprihatinan terkait rendahnya partisipasi masyarakat di beberapa lokasi vaksinasi, dengan mengatakan suntikan akan sia-sia.
Pemerintah menyayangkan kampanye berita palsu yang menyertakan selebaran yang mengatakan vaksin mengandung "setan".
"Kami membaca beberapa pamflet di El Alto dari kelompok anti-vaksin tentang keberadaan zat dalam vaksin dari Lucifer dan karena itu vaksin itu bersifat setan," jelas Maria Rene Castro, wakil menteri epidemiologi.
"Disinformasi global telah datang ke negara kami dan berdampak pada orang-orang yang menghindari vaksinasi," tambahnya.
Bolivia, seperti sebagian besar Amerika Selatan, tengah dihantam oleh gelombang baru infeksi virus Corona yang mematikan, dengan kasus harian baru-baru ini mencapai 98 persen dari puncak negara itu pada Februari lalu. Sejauh ini 340.000 orang telah terinfeksi dan 14.000 telah meninggal dunia.
Wilayah ini juga berjuang dengan kelangkaan vaksin COVID-19, meskipun negara Bolivia mulai melihat lebih banyak dosis vaksin mengalir setelah kesepakatan untuk Sputnik V Rusia, Sinopharm China dan dengan suntikan Institut Serum untuk AstraZeneca India.
Namun, banyak pusat vaksin di kota-kota besar terus menghadapi tingkat partisipasi yang rendah, di mana lokasi dan antrian vaksinasi tampak kosong.
"Saya tidak ingin divaksinasi, saya tidak ingin mati dan tidak ingin sakit," kata Rogelio Mayta, penduduk El Alto.
Petugas kesehatan Patricia Almanza mengatakan bahwa organisasi di sekitar kampanye vaksin itu buruk, yang tidak membantu mendorong orang untuk datang untuk menerima vaksin mereka.
"Ada tempat di mana vaksin tidak digunakan, atau petugas kesehatan akan mencari orang untuk divaksinasi agar sesuatu yang sangat berharga tidak dibuang percuma," jelas Almanza.
Bolivia telah memberikan setidaknya satu suntikan untuk 7 persen dari populasinya, jauh di belakang Uni Eropa sebesar 32 persen dan 48 persen di Amerika Serikat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar