Penasaran dengan efektivitas vaksin Corona, beberapa orang berinisiatif melakukan tes antibodi sendiri di laboratorium. Peningkatan kadar antibodi dianggap mewakili efektivitas vaksin.
Meski tak disarankan oleh Kementerian Kesehatan RI, tes antibodi usai vaksin Corona rupanya cukup banyak diminati. Salah satunya oleh anggota Komisi IX DPR RI, Saleh Partaonan Daulay. Dari hasil tes antibodi yang dilakukannya itu pula, Saleh mempertanyakan efektivitas vaksin Corona yang dipakainya.
https://maymovie98.com/movies/kung-fu-panda-secrets-of-the-scroll/
"Waktu itu saya tes imunitas saya setelah sebulan, dapat 6,28. Kemarin, sebulan setelah itu saya tes lagi. Dapat 8,28," ungkap Saleh dalam rapat di DPR RI, Kamis (20/5/2021).
Saleh semakin mempertanyakan efek perlindungan vaksin Corona karena sepekan setelah tes antibodi, dirinya malah terinfeksi COVID-19.
"Karena kalau imunitas 6,28; 8,28; itu nggak usah disuntikkan pun sudah ada di situ, Pak. Mestinya. Mestinya, saya nggak paham soal kedokteran. Tapi mestinya itu kan pasti ada kekebalannya kan, masak nggak ada," sebutnya.
Menanggapi kebingungan tersebut, Ketua Komnas KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi) Prof Dr dr Hinky Hindra Irawan Satari, SpA(K), M.TropPaed menegaskan bahwa tes antibodi setelah vaksin Corona tidak disarankan. Alasannya, WHO pun tidak menggunakan tes antibodi sebagai standar untuk mengukur efektivitas vaksin.
Dan kita nggak tahu reagen-reagen yang dipakai itu dia mengukur titer antibodi yang mana, karena nggak semua antibodi memberikan perlindungan. Yang memberikan perlindungan, neutralizing antibody," tegas Prof Hindra.
"Kekebalan itu bukan cuma antibodi saja, ada kekebalan seluler yang biasanya diperiksa pada waktu clinical trial (uji klinis)," pambah Prof Hindra.
Lalu bagaimana para ilmuwan mengukur efektivitas vaksin Corona?
Direktur Utama PT Bio Farma Honesti Basyir dalam kesempatan yang sama membagikan pengalamannya sebagai relawan uji klinis. Menurutnya, rangkaian pemeriksaan antibodi dalam darah dilakukan beberapa kali, sebelum dan sesudah penyuntikan, baik vaksin maupun plasebo. Hasilnya, lalu dibandingkan.
"Kalau seandainya sekarang kita melakukan uji antibodi tersebut, mau dibandingkan dengan data apa?" jelas Honesti.
Tes antibodi yang beredar di pasaran tidak akurat dan tidak bermanfaat. Simak penjelasannya di halaman berikut.
Karena tidak ada data pembandingnya, Honesti menyebut tes antibodi sendiri setelah vaksin Corona tidak ada manfaatnya. Terlebih, para ilmuwan sepakat bahwa tes antibodi yang beredar di pasaran umumnya tidak sensitif dan saat ini sudah banyak ditinggalkan.
Honesti mencontohkan, dua bulan setelah penyuntikan dosis kedua uji klinis ia melakukan tes antibodi karena penasaran apakah dirinya mendapat vaksin atau plasebo. Menurut Honesti, hasilnya saat itu selalu non reaktif.
"Artinya kalau saya non reaktif, berarti saya kelompok plasebo kan? Antibodi saya nggak muncul. Sebulan yang lalu data saya dibuka, ternyata saya masuk kelompok vaksin," kata Honesti, menegaskan bahwa tes antibodi tidak akurat.
Perhitungan efikasi
Dalam uji klinis, efikasi atau kemanjuran vaksin Corona juga diukur dari proporsi temuan kasus terinfeksi pada kelompok penerima vaksin dengan kelompok penerima plasebo atau obat kosong. Vaksin Corona dikatakan manjur ketika temuan kasus positif pada kelompok penerima vaksin lebih rendah dibanding kelompok plasebo.
"Nanti kalau dapat yang 67,5 persen pun, itu sebetulnya terjemahannya orang yang tidak divaksinasi 3 kali lebih berisiko untuk terinfeksi," jelas Prof Hindra.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar