Isu soal penggabungan usaha alias merger Gojek dan Grab makin hangat. Kedua raksasa penyedia transportasi online ini disebut makin dekat untuk melebur menjadi satu entitas baru.
Menanggapi hal ini, pengamat dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mengatakan rencana merger ini dilakukan karena kedua belah pihak saat ini sedang terdesak. Menurutnya, baik Gojek dan Grab saat ini mengalami penurunan pengguna karena pandemi Corona.
Hal itu pun membuat perusahaan mengalami penurunan masukan, untuk tetap menjaga eksistensi maka kedua pihak bisa saja melakukan merger untuk saling menguatkan.
"Yang jelas itu, merger ini terjadi karena penggunanya menurun. COVID juga sih. Jadi mereka kemungkinan memilih opsi buat bergabung demi bertahan," kata Djoko kepada detikcom, Minggu (6/12/2020).
Djoko mengatakan dirinya mendapatkan laporan dari para komunitas driver ojek online maupun taksi online tentang jumlah penumpang yang menurun drastis.
Bahkan, dia sempat melakukan survei kecil-kecilan soal nasib driver angkutan online selama pandemi. Menurutnya, banyak driver yang kini meninggalkan profesi menjadi driver ojek online maupun taksi online.
"Jadi memang ini turunnya sangat dalam, teman-teman komunitas lapor sendiri ke saya. Dari survei saya dengan ketemu dengan komunitas itu rata-rata mereka yang ojol 50% kembali ke pekerjaannya semula," ujar Djoko.
"Kalau yang roda 4 itu sepertiganya udah balikin mobilnya nggak kuat lagi," lanjutnya.
Sebelumnya diketahui berdasarkan salah satu sumber dari Bloomberg, detail akhir kesepakatan merger Gojek dan Grab sedang dikerjakan di antara para pemimpin paling senior di setiap perusahaan. Dengan partisipasi Masayoshi Son dari SoftBank Group Corp., investor utama Grab.
Keduanya dikabarkan telah mempersempit perbedaan pendapat, meskipun beberapa bagian dari perjanjian masih perlu dinegosiasikan.
Kabarnya, pendiri Grab Anthony Tan akan menjadi CEO dari entitas gabungan, sementara eksekutif Gojek akan menjalankan bisnis gabungan baru di Indonesia dengan merek Gojek.
Perwakilan dari Gojek pun tidak mau banyak komentar soal kabar tersebut. Dia menyebut kabar itu hanya spekulasi pasar.
"Kami tidak dapat menanggapi rumor yang beredar di pasar," kata Chief Corporate Affairs Gojek, Nila Marita kepada detikcom.
Kemudian, pihak Grab melalui Communications Senior Manager Grab Indonesia, Dewi Nuraini juga menyatakan bahwa kabar merger Grab dengan Gojek hanyalah spekulasi pasar.
"Terima kasih atas pertanyaannya namun kami tidak berkomentar mengenai spekulasi yang beredar di pasar," kata Dewi.
https://nonton08.com/movies/acceleration/
Pesaing Buka Suara soal Kabar Gojek & Grab Mau 'Kawin'
Pesaing Buka suara terkait Gojek dan Grab yang dikabarkan mau 'kawin'. Maxim menanggapinya dengan santai, menurutnya wajar jika keduanya bergabung karena desakan dari para investor.
"Keduanya memiliki investor yang sama, sehingga hal yang wajar kalau dari sisi investor memiliki kepentingan kalau boleh dibilang untuk mengamankan investasinya sehingga berharap untuk mereka disatukan. Warnanya sudah sama, hijau, ya wajar saja kalau jadi satu," kata Development Manager Maxim, Imam Mutamad Azhar kepada detikcom, Jumat (4/12/2020).
Meskipun Imam memandang jika kebijakan merger tersebut dapat menjadi monopoli. Namun, dia membiarkan agar masyarakat sendiri yang menilai dan merespons nantinya jika merger tersebut benar terjadi.
"Kami tidak melihat hal itu sebagai sesuatu yang fair apalagi ke pasar. Tapi biar market yang menilai, katanya karya anak bangsa, tapi bangsanya siapa? Kita kalau memang bisnis bisa manfaat sama masyarakat, apalagi dengan bangsa sendiri ya lakukan saja nggak perlu gimana-gimana. Toh pada akhirnya kalau terjadi begini kekuatan modal yang bicara, bukan bicara lagi fanatisme, nasionalisme," ucapnya.
Pesaing lainnya, Anterin meminta agar pemerintah ikut turun tangan untuk mengawasi kabar merger tersebut. CEO Anterin Imron Hamzah menilai merger Gojek dan Grab bisa mengganggu keamanan data masyarakat Indonesia karena kepemilikan saham keduanya mayoritas dimiliki asing.
"Jika merger terjadi, maka potensi terjadi monopoli pasar dan pemerintah harus turun tangan. Apalagi mayoritas kepemilikan saham kedua aplikasi tersebut adalah asing sehingga berpotensi mengganggu kedaulatan data di Indonesia," kata Imron saat dihubungi terpisah.
Apa strategi kompetitor untuk bersaing melawan Gojek dan Grab jika bersatu? Klik halaman selanjutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar