Kamis, 27 Februari 2020

Sampah dan Limbah, Momok Wisata Berkelanjutan di Pantai Sanur

Nama Pantai Sanur di Bali sudah populer di kalangan turis. Namun, sampah serta limbah masih jadi masalah utama untuk pengembangan wisata berkelanjutan di sana.

Kemenpar serius mengembangkan destinasi wisata berkelanjutan di kawasan Sanur, Bali. Lewat Focus Group Discussion (FGD) bersama Yayasan Pembangunan Sanur, sejumlah kendala dan masalah mulai dipetakan.

Sebagai salah satu destinasi wisata populer di Bali, Sanur menyuguhkan panorama pantai yang apik, suasana yang nyaman bagi turis dan juga aneka jenis permainan air seperti sea walker hingga snorkeling. Jumlah kunjungan turis dinilai stabil, dan rata-rata mengaku puas ketika berkunjung ke Sanur.

"Untuk Sanur yang paling kita rasakan di sini masalah lingkungan, kalau bicara tingkat loyalitas konsumen luar biasa di Sanur, masalah ketenagakerjaan penyerapan tenaga kerja lokal termasuk keterlibatan dalam bisnis itu luar biasa. Di Sanur sendiri itu masalah ada sampah, limbah dan penataan lingkungan. Kalau yang lainnya kepuasan wisatawan, apakah musiman atau tidak itu sudah tidak masalah," ujar Sustainable Tourism Observatory (STO) dari Universitas Udayana, Agung Suryawan di Pantai Segara, Sanur, Denpasar, Bali, Jumat (15/2/2019).

Masyarakat Sanur sudah berinisiatif memilah sampah di rumahnya masing-masing. Sanur sendiri sudah punya tiga Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPS) yang dimanfaatkan warga untuk membuat pupuk kompos hingga bank sampah.

Hanya saja, saat ini yang menjadi masalah adalah penumpukan antrean truk sampah di Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) Sarbagita Suwung. Tak hanya itu, bau tidak sedap dari TPA itu bahkan juga tercium hingga ke Sanur.

"Kalau angin dari barat itu baunya tercium sampai di sini (Sanur). Antrean membuang sampah ke TPA juga panjang jadi menambah biaya (transport dan waktu tunggu)," ujar Bendahara Umum Yayasan Pembangunan Sanur, Susi Darmayanti.

Tak hanya keluhan soal sampah maupun bau, pengelola Sanur juga mengaku kesulitan berhadapan dengan birokrasi. Salah satunya soal izin penggunaan mobil listrik yang minim polusi sebagai kendaraan wisata di Sanur.

"Kami sudah minta izin ke Dishub Provinsi tapi masih terkendala izin operasi, karena regulasi di Denpasar maupun nasional sepertinya belum ada. Kita minta izin Dishub mobil ini kita gunakan di wilayah Danau Tamblingan nggak bisa nyeberang by pass," tutur Biro Sosial Lingkungan Yayasan Pembangunan Sanur, Wayan Parka.

Menanggapi itu, Tenaga Ahli Menteri Bidang Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan Valerina Daniel menuturkan hasil FGD ini bakal dia olah menjadi program kerja Maret 2019. Dalam waktu dekat ini, Kemenpar juga akan mengundang para bupati daerah STD, dan Monitoring Center for UNWTO Sustainable Tourism Observatories (MCSTO) untuk meneken MoU tentang wisata berkelanjutan ini.

"Setelah itu kita akan membuat rapat kerja dalam rangka untuk menentukan dari 9 isu utama dari UNWTO untuk diteliti kita akan mengutamakan yang mana dari kondisi MCSTO yang ada dan permasalahan krusial di Indonesia. Dari situ kita akan mengadakan juknis MCSTO, teknologinya, kemudian kita juga menyiapkan langkah konkret berupa self assestment buat masing-masing MCSTO sehingga tiap tiga bulan mereka bisa self assesment, sehingga pada bulan keenam kita melihat self assesment apakah masalah itu masih menjadi yang utama, setelah itu di akhir tahun kita akan membuat laporan komprehensif ke UNWTO," urainya.

"Intinya kita berusaha mencoba jawab 9 persoalan UNWTO, waste management, limbah cair, kepuasan pengunjung, manajemen ekonomi lokal, kemudian renewable energy. Jadi permasalahan ini kita akan coba diskusikan bersama sehingga bisa ditentukan mana yang prioritas," sambungnya.

Terkait temuan di Sanur, Kemenpar bakal mendorong koordinasi antara Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) dengan Dinas Pariwisata. Valerina menambahkan Kemenpar juga berusaha memenuhi rekomendasi UNWTO untuk menggunakan geo reference berupa teknologi digital.

"Dari situ kita bisa mengetahui sebenarnya sumber sampah dari mana, supaya kita tahu, metodologinya itu sekarang kita lagi rancang menggunakan metodologi yang sudah dilakukan Kemenpar. Tapi ini masih dalam proses, tapi kita berusaha membuat satu sistem UNWTO teknologi digital. Jadi bentuknya seperti apa ini masih tahap diskusi dan mudah-mudahan ke depannya bisa diimplementasi untuk membantu mengatasi (permasalahan) tadi," ujar Valerina.

Dia berharap dengan pemetaan ini, Kemenpar bisa menyusun program-program yang sesuai dengan masalah di tiap daerah. "Jadi kita lagi mencoba menentukan isu utama teknologi mana yang tepat diaplikasikan di daerah tersebut," cetusnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar