Minggu, 21 Maret 2021

Politisi Meninggal Kena COVID-19 Usai Remehkan Corona-Usung Larangan Vaksinasi

  Kerap meremehkan bahaya COVID-19, politisi ini nekat mendukung 'rancangan Undang Undang (RUU)' larangan vaksinasi COVID-19. Tak lama setelahnya, ia tertular COVID-19 hingga meninggal dunia.

Semasa hidup, Silvio Antonio Favero, dengan tegas menolak vaksinasi COVID-19 menjadi 'barang wajib' di Brasil. Ia bahkan mewanti-wanti banyak warga terkait keamanan hingga efek samping vaksin yang diklaim belum jelas efektivitasnya.


"RUU larangan vaksinasi COVID-19 bertujuan untuk mencegah vaksinasi menjadi wajib karena saat ini ada ketidakpastian tentang kemanjuran dan kemungkinan efek samping dari vaksin," bebernya kala itu, dikutip dari Daily Star.


"Di mana mereka menghadirkan risiko yang tidak diragukan lagi tidak dapat diperbaiki, karena efek jangka pendek, menengah dan panjang dari vaksin. vaksinnya tidak diketahui." lanjutnya.


Pria berusia 54 tahun ini juga sempat menuai banyak kritik dari sejumlah pihak lantaran tak setuju jika Brasil lockdown, saat kasus COVID-19 terus meningkat. Presiden Brasil Bolsonaro menyebut dirinya begitu bersikeras menolak vaksin dan mendorong agar stok vaksin Corona yang tersedia disebar ke wilayah lain.


Favero dirawat di RS karena COVID-19 selama tiga hari. Kondisinya saat menjalani perawatan intensif di Culaba, Brasil, terus memburuk, ia masuk RS per tanggal 11 Maret lalu dan meninggal di 13 Maret.


Seperti diketahui, Brasil juga menggunakan vaksin Corona Sinovac untuk membantu melawan COVID-19. Selain Sinovac, vaksin AstraZeneca juga digunakan di beberapa wailayah.


Namun, vaksinasi COVID-19 di Brasil tampaknya berjalan lambat. Hanya 8,6 juta orang Brasil, sekitar 4 persen dari populasi, telah menerima dosis vaksin Corona pertama mereka.


Dosis kedua sejauh ini hanya diberikan kepada sekitar 3 juta orang Brasil. Sistem kesehatan Brasil sekarang di ambang kehancuran karena jumlah kasus baru dan kematian terus meningkat.


Dengan lebih dari sebelas juta infeksi COVID-19 yang dikonfirmasi, negara ini memiliki jumlah kasus tertinggi kedua yang tercatat di seluruh dunia, dan jumlah kematian tertinggi kedua dengan 278.229 dilaporkan pada hitungan terakhir.


Dalam kedua kasus tersebut, Brasil berada di urutan kedua setelah AS, yang memiliki populasi yang jauh lebih besar.

https://tendabiru21.net/movies/sin/


Duh! Muncul Varian Corona yang Sulit Terdeteksi, Tes PCR Perlu Dimodifikasi?


 Varian baru Corona yang ditemukan di Prancis, Senin (15/3/2021) malam, disebut sulit terdeteksi oleh tes PCR (polymerase chain reaction). Varian ini ditemukan pada 8 pasien COVID-19 di wilayah Brittany, Prancis.

Hal ini menimbulkan kekhawatiran, karena virus tersebut diduga menyebabkan sensitivitas PCR menjadi terganggu. Lantas apakah sudah saatnya tes PCR dimodifikasi?


Menurut Mantan Direktur WHO Asia Tenggara, Prof Tjandra Yoga Aditama, tes PCR yang ada saat ini belum perlu untuk dimodifikasi. Pasalnya, informasi terkait varian ini masihlah sangat minim.


"Sekarang tentu PCR masih gold standard dan belum perlu modifikasi apa-apa. Ini laporan awal tentang perkembangan yang ada, kita lihat dulu bagaimana perkembangannya nanti," kata Prof Tjandra kepada detikcom, Sabtu (20/3/2021).


Meski begitu, Prof Tjandra mengatakan kita perlu melakukan berbagai langkah antisipasi terhadap risiko mutasi virus Corona. Berikut 3 langkah antisipasinya.


1. Meningkatkan jumlah pemeriksaan whole genome sequencing


2. Mematuhi 3M (memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan) untuk menekan penularan di masyarakat, sehingga kemungkinan virus bermutasi dapat ditekan


3. Memperketat surveilans untuk mendeteksi keadaan-keadaan khusus yang mungkin berhubungan dengan mutasi virus Corona.


"Misalnya, orang yang sudah divaksin dan lalu tetap sakit, atau sakit berat pada usia muda tanpa komorbid, terjadinya klaster berat, dan lain-lain," tutur Prof Tjandra.

https://tendabiru21.net/movies/close-range-love/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar