Masifnya vaksinasi COVID-19 oleh Pemerintah belum membuat seluruh masyarakat percaya kemanjuran vaksin tersebut. Hal itu karena masih banyak masyarakat yang mengakses informasi hoaks terkait vaksinasi COVID-19.
Anggota Komisi I DPR RI Sukamta mengatakan, bahwa saat ini tengah mengalami perubahan media informasi dari dunia analog ke dunia digital. Saat ini akses informasi bisa dinikmati langsung setiap individu dengan cara beragam, terlebih jumlah gadget di Indonesia saat ini lebih banyak dari jumlah penduduknya.
Namun hal itu tidak dibarengi dengan transparansi pemerintah dalam menginformasikan masalah COVID-19. Oleh karena itu banyak masyarakat yang bertanya kepada Pemerintah namun tak kunjung dijawab.
"Pertanyaan masyarakat kalau tidak dijawab oleh pemerintah, menghasilkan spekulasi dan menimbulkan hoaks. Termasuk soal vaksin, mengembangkan vaksin harus disampaikan secara benar," katanya dalam seminar merajut Nusantara bertema pemanfaatan IT dalam sosialisasi bahaya COVID-19 dan Vaksinasi secara daring, Sabtu (20/3/2021).
"Dan informasi harus dikelola dengan baik agar kepercayaan masyarakat kepada pemerintah terus naik," imbuh Sukamta.
Terlebih, merujuk hasil survei dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia periode 13-18 Januari 2021 menyebut masih ada masyarakat yang tidak percaya vaksinasi COVID-19.
Seperti halnya survei kepercayaan terhadap kemanjuran vaksin COVID-19 menurut survei CSIS periode 13-18 Januari 2021. Hasilnya untuk yang percaya kemanjuran vaksin di DKI Jakarta ada 55,8 persen dan di DIY 68 persen. Sedangkan kurang percaya atau tidak percaya dengan kemanjuran vaksin, untuk DKI Jakarta ada 42,5 persen dan di DIY ada 29,5 persen.
https://tendabiru21.net/movies/6-9-seconds/
"Survei CSIS Januari 2021, 29,5 persen responden di DIY tidak percaya kemanjuran vaksin," ucapnya.
Masih periode yang sama, untuk hasil survei kesediaan mengikuti program vaksinasi COVID-19, untuk di DKI ada 56,3 persen dan di DIY 70,8 persen. Selanjutnya untuk yang tidak bersedia mengikuti program tersebut di DKI 39,8 persen, sedangkan di DIY ada 27,5 persen.
"Terkait alasan tidak bersedia divaksin, dari survei paling banyak karena belum yakin dengan kualitas vaksin. Di mana untuk DKI ada 43,4 persen dan di DIY mencapai 30,9 persen," katannya.
Sedangkan hasil survei kepercayaan terhadap penyampaian informasi COVID-19 oleh sejumlah pihak, untuk DKI Jakarta ada 91,8 persen percaya informasi petugas kesehatan, dan di DIY 92 persen.
"Untuk yang percaya informasi dari pemerintah pusat di DKI ada 85,5 persen dan yang tidak percaya 14,5persen. Sama dengan DIY, hasil survei ada 87persen percaya informasi dari Pusat dan 12 persen tidak mempercayainya," ujarnya.
Oleh karena itu, ini tantangan untuk pemerintah dalam meningkatkan terus kepercayaan masyarakat atas informasi tentang COVID-19. Semua itu agar masyarakat tidak lebih percaya pada hoaks dan intruksi pemerintah lebih dipatuhi.
"Nah, Pemerintah dapat memaksimalkan media digital untuk mengedukasi masyarakat, dan berharap pemerintah menyiapkan sumber-sumber yang tidak hanya pasif. Karena banyak variasi media yang banyak dijadikan rujukan dan kita dorong Kominfo (RI) untuk punya layanan yang proaktif," katanya.
Seperti halnya menyediakan layanan informasi melalui SMS, pasalnya tidak semua masyarakat bisa mengakses smartphone. Selain itu bisa merujuk pada orang atau tokoh yang dipercaya untuk bisa memberikan informasi yang valid kepada masyarakat.
"Jadi tantangan kita bagaimana masyarakat dapat mengakses informasi yang benar. Dengan akses informasi yang baik dan benar akan memberikan pengambilan dan sikap yang benar. Menurut saya warga DIY secara kolektif cerdas, mudah-mudahan DIY terus menjadi warga yang terinformasi menjadi baik dan benar," ujarnya.
https://tendabiru21.net/movies/horas-amang-tiga-bulan-untuk-selamanya/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar