Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam laporan situasi COVID-19 di Indonesia per 2 Desember mengungkap persentase kematian Corona di RI masih tinggi. Berdasarkan laporan hasil analisis WHO 23-29 November, insidensi kematian COVID-19 sebesar 0,34 per 100.000 populasi atau 3,4 persen.
"Selama seminggu 23 November-29 November, jumlah kematian Covid-19 yang dikonfirmasi adalah 0,34 per 100.000 penduduk," kata WHO dalam laporan tersebut, dikutip dari laman resminya, Sabtu, (4/12/2020).
Menurut standar WHO, rata-rata angka kematian global saat ini sebesar 2,39 persen. Ini artinya kematian akibat COVID-19 di Indonesia masih terlampau tinggi dibandingkan rata-rata dunia.
Selain itu, WHO juga menyebut tidak ada penurunan kasus kematian beturut-turut dalam tiga pekan terakhir di Pulau Jawa. WHO menyoroti DKI Jakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, ada lebih banyak kasus kematian dalam kurun waktu 9 November-29 November.
Laporan tersebut juga mencatat Indonesia hanya menghimpun data kematian pada pasien COVID-19 yang terkonfirmasi. Padahal dalam pedoman WHO, kematian pasien suspek juga dilaporkan dalam data kematian harian.
"Berdasarkan ketersediaan data, hanya kematian Covid-19 terkonfirmasi yang dimasukkan. Namun, sesuai definisi WHO, kematian pada pasien bergejala Covid-19 yang belum terkonfirmasi, atau pasien suspek, adalah kematian terkait Covid-19," tuturnya.
WHO juga memperhatikan ketersediaan tempat tidur pasien COVID-19. Mereka menyoroti keterisian tempat tidur di Bogor, Jawa Barat, yang mencapai 80 persen dengan 662 bed terisi dari total 812 yang tersedia.
Berdasarkan data Satgas COVID-19 Jumat (4/12), akumulasi kasus positif Covid-19 di Indonesia mencapai 557.887 orang. Sebanyak 462.553 dinyatakan sembuh, dan 17.355 kasus meninggal dunia.
https://nonton08.com/movies/the-parts-you-lose/
Daftar Negara yang Setujui Ganja Medis, Bagaimana di Indonesia?
Komisi Obat Narkotika Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) akhirnya memutuskan untuk menghapus ganja dari kategori obat paling berbahaya di dunia, dan ini disetujui untuk keperluan medis. Keputusan ini pun diambil dari hasil voting yang dilakukan PBB dari 53 negara anggota.
Keputusan PBB terkait ganja juga berawal dari rekomendasi WHO pada Januari 2019 lalu. Perubahan kategori ini akan membuka jalan bagi perluasan penelitian ganja di seluruh dunia.
Bagaimana peluang penggunaan ganja untuk keperluan medis di Indonesia?
Menurut peneliti dan Kepala Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Balitbangtan, Dr Evi Savitri, penggunaan ganja seperti di Indonesia memang sudah diatur sebagai narkotika golongan 1, yang artinya untuk keperluan pengobatan pun tidak diperbolehkan. Namun, tetap ada peluang untuk mengembangkan ganja medis.
"Tetapi untuk pengembangan medis masih ada peluang selama itu dilakukan oleh lembaga yang memang kompeten memperoleh izin untuk melakukan kegiatan penelitian," jelas Dr Evi saat dihubungi detikcom Jumat (4/12/2020).
Dikutip dari berbagai sumber, berikut beberapa negara yang menyetujui penggunaan ganja untuk medis.
1. Kanada
Kanada sudah melegalkan penggunaan ganja untuk keperluan medis sejak 2001, sementara kepentingan rekreasional dilegalkan secara penuh pada 17 Oktober 2018.
Namun untuk keperluan kedua, diberlakukan batasan usia pengguna yang masing-masing memiliki aturan berbeda.
2. Thailand
Thailand melegalkan penggunaan ganja untuk keperluan medis sejak 2018 lalu. Akan tetapi, kepemilikan, penanaman, atau pengangkutan ganja yang mencapai 10 kilogram di Thailand dapat berakibat penjara hingga lima tahun atau denda.
Di negara tersebut juga banyak dijual bebas terutama di kawasan yang banyak dikunjungi wisatawan.
3. Belanda
Belanda adalah negara Uni Eropa pertama, dan salah satu negara pertama di dunia, yang melegalkan penggunaan ganja untuk keperluan medis. Inisiatif pertama negara untuk menyediakan ganja bagi pasien medis dimulai pada 1993 silam. Kemudian pada 2001, Kantor Obat Ganja didirikan.
Sejak tahun 2003 lalu, ada obat resep resmi yang dikenal sebagai "Mediwiet", tersedia di apotek Belanda. Ada lima jenis ganja medis di Belanda. Dokter Belanda biasanya meresepkan ganja untuk pasien yang menderita Sindrom Tourette, nyeri kronis, sklerosis ganda, kerusakan sumsum tulang belakang, gejala yang berhubungan dengan kanker dan AIDS atau bagi mereka yang menjalani perawatan untuk kanker dan HIV / AIDS.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar