Selama pandemi COVID-19, kebutuhan di bidang kesehatan meningkat drastis. Biaya hingga ratusan juta dihabiskan agar pasien segera pulih dan sehat.
Di sisi lain, biaya penyembuhan dan bantuan terkait COVID-19 yang diberikan oleh pemerintah terbatas. Pemerintah mengelola sumber daya secara optimal dengan fokus pemulihan kesehatan, serta melakukan upaya pencegahan agar tidak menghabiskan biaya yang besar.
"Kondisi sekarang, pemerintah sudah all out. Tujuannya adalah ingin menyehatkan individu. Kalau individu sehat, keluarga sehat, tatanan masyarakat sehat, produktivitas akan meningkat, pendapatan meningkat maka pendapatan negara juga meningkat. Jadi negara yang sehat bukan hanya secara jasmani tapi juga secara finansial," ujar dr. H. Mohamad Subuh, MPPM, Staf Ahli Bidang Ekonomi Kesehatan Kemenkes dalam Dialog Produktif 'Vaksinasi: Pencegahan vs Pengobatan' yang diselenggarakan oleh Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) di Media Center KPCPEN, Selasa (1/12/2020).
Diketahui, perawatan pasien COVID-19 menelan biaya besar dengan rata-rata Rp184 juta per orang. Mahalnya biaya ini dikarenakan perlunya perawatan secara khusus, yang bergantung pula pada kebutuhan pasien selama masa pengobatan.
Pada kesempatan tersebut, Subuh sempat mengutip sebuah pepatah: more money for health and for health making money, yang artinya perbanyaklah uang untuk kesehatan, kelak kesehatan itu sendiri akan menghasilkan uang.
"Karenanya, sangat penting untuk sadar secara individu bahwa kesehatan adalah aset yang paling penting,"ujarnya.
Kesehatan, lanjutnya, tidak hanya dilihat sebagai barang konsumtif yang merupakan kebutuhan jangka pendek, melainkan investasi.
"Tetapi untuk jangka jangka panjangnya adalah sebuah investasi. Itu fakta yang harus dipahami. Tiap individu harus sadar bahwa dengan mereka sehat dan melindungi diri sendiri, itu adalah suatu investasi bagi mereka," tutupnya.
https://nonton08.com/movies/the-client/
Waduh! 41 Orang Tertular COVID-19 Usai Pesta Seks Tukar Pasangan
Sebuah konvensi swinger di New Orleans, Amerika Serikat, berbuntut jadi acara penyebar virus Corona setelah 41 orang dinyatakan positif COVID-19.
Bob Hannaford, pemilik Naughty Events dan penyelenggara acara menulis dalam postingan blognya bahwa setidaknya ada 41 dari 300 orang yang datang di acara tersebut dinyatakan positif COVID-19.
Hannaford mengatakan ia tak menyangka pesta swinger atau tukar pasangan yang dilangsungkan lima hari di awal November ini akan menjadi bencana, sebab penyelenggara telah melakukan tindakan pencegahan COVID-19.
Salah satu pendatang bahkan dilaporkan dirawat di rumah sakit dalam kondisi serius setelah tertular virus.
"Jika saya bisa kembali ke masa lalu, saya tidak akan mengadakan acara ini lagi. Padahal sebagian besar dari 41 kasus positif sebagian besar merupakan kasus asimtomatik atau sangat ringan," kata Hannaford dikutip dari Fox Live, Rabu (2/12/2020).
"Alasan saya tidak akan melakukannya adalah karena saya mengenal dua orang yang memiliki waktu lebih sulit dan mereka menderita. Salah satunya, seorang teman baik saya, dirawat di rumah sakit dalam kondisi serius," lanjutnya.
Mengaku menyesal dan tidak menyangka, Hannaford mengatakan ia melakukan tindakan yang cukup baik seperti menyediakan gelang yang menunjukkan seseorang telah memiliki dokumen untuk membuktikan bahwa mereka punya antibodi.
Ada juga gelang yang memiliki tanggal hasil COVID-19 negatif sebagai salah satu persyaratan jika ingin ikut acara tersebut. Para peserta juga diharuskan untuk menjaga jarak dalam antrean dan mengenakan masker di ruang publik.
Hannaford bahkan ingat pergi makan malam dengan teman-teman untuk merayakan klimaks ekstravaganza X-rated - yang ternyata terlalu dini.
"Saya tidak akan melakukannya lagi jika saya tahu, apa yang saya tahu sekarang. Itu membebani saya dan akan terus membebani saya sampai semua orang 100% lebih baik," ujar Hannaford.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar