Rabu, 19 Agustus 2020

Jubir COVID-19 Pastikan Belum Ada Izin Edar untuk Obat Corona Unair

 Beberapa negara di dunia, termasuk Indonesia, saat ini tengah mengembangkan terapi dan pengobatan untuk mengatasi pandemi virus Corona COVID-19. Salah satunya melalui riset di di Universitas Airlangga (Unair) yang jadi perbincangan belakangan ini.
Juru bicara dan Ketua Tim Pakar Satgas Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito menegaskan kombinasi obat yang dikembangkan Unair masih akan dievaluasi lebih lanjut sebelum mendapat izin edar.

"Sampai dengan sekarang belum ada izin edar dari obat ini, karena masih dalam proses uji klinis," jelas Prof Wiku di konferensi pers diYouTube Sekretariat Presiden, Selasa (18/8/2020).

Prof Wiku memastikan uji klinis harus mengedepankan efektivitas dan keamanan. Ia juga menekankan uji klinis harus dilaksanakan sesuai dengan protokol yang ada.

Maka dari itu, terkait dengan obat Corona dari Unair perlu menunggu kepastian lebih lanjut dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

"Jadi tentunya setelah disampaikan pihak dari Unair kepada pemerintah, dalam hal ini BPOM, mungkin bisa menjadi bahan review untuk selanjutnya masuk dalam perizinan edar," kata Prof Wiku.

"Dan tentunya kedua prinsip yang harus dipenuhi yaitu aman dan efektif," pungkasnya.

Biar Tak Bingung, Ini 7 Istilah Seputar COVID-19 di Indonesia

Banyak istilah terkait penanganan COVID-19 di Indonesia yang perlu dipahami. Sebagian di antaranya sering bikin bingung karena menggunakan istilah bahasa inggris.
"Di sini memang ada beberapa pengelompokan kasus yang perlu dipahami oleh masyarakat karena sebagian menggunakan istilah bahasa inggris," kata Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito dalam siaran pers di channel YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (18/8/2020).

Mulai dari kasus probable, discarded, hingga kontak erat, berikut 7 istilah dalam penanganan COVID-19 berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan KMK No HK 01.07/MENKES/413/2020.

1. Kasus Probable
Kasus dengan gejala namun belum dinyatakan positif oleh uji lab RT-PCR (Reverse Transcription-Polymerase Chain Reaction).

2. Kasus suspek
Istilah kasus suspek menggantikan istilah pasien dalam pengawasan atau PDP. Kasus suspek adalah kasus dengan gejala dan memiliki riwayat 14 hari kontak erat. Atau pernah mengunjungi wilayah dengan kasus penularan lokal.

3. Kasus konfirmasi
Ini adalah orang yang dinyatakan positif terinfeksi COVID-19 berdasarkan hasil lab RT-PCR. Baik dengan kasus bergejala maupun tidak bergejala.

4. Kontak erat
Orang yang memiliki riwayat kontak dengan kasus probable atau kasus konfirmasi.

Seperti, berdekatan dengan radius satu meter selama 15 menit, sentuhan fisik misalnya berjabat tangan. Atau memberikan perawatan kepada pasien tanpa menggunakan alat pelindung diri (APD).

5. Discarded
Kasus suspek dengan hasil lab PCR negatif sebanyak dua kali selama dua hari berturut-turut atau pernah kontak erat dengan yang telah disolasi diri selama 14 hari.

6. Selesai isolasi
- Konfirmasi tanpa gejala diikuti tes lab PCR dan isolasi 10 hari
- Probable atau konformasi dengan gejala tanpa diikuti tes lab PCR dan minimal 3 hari tidak menunjukkan gejala
- Probable atau kasus konfirmasi dengan gejala diikuti tes lab dengan hasil 1 kali negatif dan minimal 3 hari tidak menunjukkan gejala.

7. Kematian
Kasus konfirmasi atau kasus probable COVID-19 yang meninggal.

"Tentunya dengan pengelompokkan definisi yang baru ini kita perlu memahami secara bersama tidak salah dalam mengelompokkan nya dan memahaminya agar kita dapat bisa mengendalikannya dengan baik," jelas Prof Wiku
https://cinemamovie28.com/the-masked-saint/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar