Jumat, 21 Agustus 2020

Frekuensi Ejakulasi yang Disarankan Bagi Pria untuk Cegah Kanker Prostat

 Kanker prostat merupakan salah satu penyakit tak menular yang bisa menyebabkan kematian pada pria. Setiap tahun di Inggris, sekitar 47.000 pria terkena penyakit ini dan 11.500 di antaranya meninggal dunia.
Kanker prostat sebetulnya dapat dicegah dengan melakukan olahraga, diet seimbang, dan pemeriksaan organ intim secara rutin. Dikutip Sciencepost.uk, studi di Amerika mengatakan rutin ejakulasi juga dapat mencegah pria terkena kanker prostat.

Para peneliti di University of Public Health, Boston, mengetahuinya setelah melakukan survei pada 32.000 pria tentang kebiasaan seksual mereka, termasuk frekuensi ejakulasi.

"Kami menemukan bahwa pria yang melaporkan frekuensi ejakulasi lebih tinggi dibandingkan dengan frekuensi ejakulasi yang lebih rendah lebih kecil kemungkinannya untuk didiagnosis dengan kanker prostat," jelas pemimpin penelitian, Jennifer Rider.

Namun, sebuah studi tahun 2009 dikutip dari Medical News Today melaporkan pria berusia 20 dan 30 yang ejakulasi setiap hari justru memiliki peningkatan risiko terkena kanker prostat. Oleh karena itu, tidak disarankan pria melakukan ejakulasi setiap hari.

Lalu, berapa frekuensi yang normal untuk berejakulasi?

Para peneliti menyarankan frekuensi normal pria berejakulasi adalah 21 kali dalam sebulan. Frekuensi tersebut dapat mengurangi risiko kanker prostat hingga 33 persen. Agar hasil pencegahan maksimal harus diimbangi dengan pola hidup sehat seperti berolahraga dan mengkonsumsi makanan yang sehat.

Peneliti Harvard Sebut Akupunktur Bisa Menambah Kekebalan Pasien Corona

Saat ini masih belum ada vaksin atau obat yang disetujui untuk melawan virus Corona COVID-19. Namun, menurut studi terbaru akupunktur tampaknya dapat menawarkan manfaat bagi pasien yang terinfeksi virus Corona COVID-19.
Sebuah studi dari Harvard Medical School menemukan bahwa akupunktur mampu meredakan peradangan pada subjek penelitian tikus. Dikutip dari laman Fox News, praktik tradisional asal China ini terbukti meningkatkan kemampuan tikus melawan badai sitokin.

Badai sitokin merupakan gejala yang terjadi ketika tubuh diserang virus infeksi. Badai sitokin dapat dikenal juga sebagai respons kekebalan tubuh terlalu agresif yang banyak ditemukan pada pasien infeksi paru-paru.

Sekarang ini, sejumlah obat sedang diuji untuk mencoba dan menekan reaksi virus Corona yang mematikan. Para peneliti Harvard mengatakan praktik tradisional China tersebut bisa menjadi alternatif lain yang bisa dilakukan tenaga kesehatan untuk menurunkan risiko kematian pada pasien COVID-19.

"Informasi ini menggembirakan. Hal yang sangat menyenangkan ketika studi Barat mendukung sistem pengobatan akupunktur kuno dan pengobatan tradisional China," kata Sara Reznikoff, ahli akupunktur.

Sara mengaku temuan mengenai akupunktur bisa membantu pasien virus Corona COVID-19 bukan hal yang mengejutkan. Ini karena selama ini akupunktur dinilai bagus untuk memicu kemampuan penyembuhan bawaan tubuh, membantu peradangan, dan menenangkan sistem saraf.

"Saya telah melihat hasil yang luar biasa dalam praktik saya merawat pasien dengan gejala virus corona Covid-19. Saya senang akupunktur bisa dipertimbangkan sebagai metode melawan virus Corona COVID-19," jelasnya.

Dalam studi baru, para peneliti menemukan bahwa tikus yang mengalami badai sitokin memiliki peluang bertahan untuk hidup 40 persen lebih besar saat diobati dengan elektroakupunktur.

Selain itu, akupunktur juga bisa bekerja dengan baik sebagai praktik dalam pencegahan. Tikus yang diobati dengan akupunktur sebelum terkena kondisi badai sitokin mengalami tingkat peradangan yang lebih rendah dan tingkat kelangsungan hidupnya meningkat dari 20 menjadi 80 persen.
https://nonton08.com/the-sinister-surrogate/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar