Mutasi virus Corona D614G disebut 10 kali lebih menular dan ditemukan di beberapa negara ASEAN seperti Malaysia, Filipina, dan Singapura. Menanggapi hal itu, WHO (World Health Organization) akan melakukan pelacakan.
Menurut dr Maria Van Kerkhove, ahli epidemiologi dan penyakit infeksi WHO, mutasi virus D614G sebenarnya telah menyebar dan teridentifikasi sejak Februari 2020. Virus ini adalah strain utama yang beredar di Eropa, Amerika Utara, dan kembali lagi ke Asia.
"Hal penting yang kami lakukan adalah melacak virus ini. Informasi terkait virus ini juga sudah dibagikan. Lalu, kami juga bekerja sama dengan kelompok khusus yang dibentuk beberapa waktu lalu," ujar dr Maria di konferensi pers kantor Jenewa WHO, Rabu, (19/08/2020).
dr Maria juga mengatakan, WHO sudah mendiskusikan potensi perubahan virus bersama dengan kelompok penelitian sejak Januari silam. Riset ini tak hanya mengidentifikasi adanya perubahan mutasi, tetapi juga memperhatikan perbedaan perilaku pada setiap virus.
"Kami sudah mendiskusikannya sejak Januari. Secara khusus, kami pun membentuk kelompok penelitian untuk melihat setiap perubahan yang terjadi. Mutasi mana yang penting, mutasi mana yang virusnya berpotensi memiliki perilaku berbeda, dan bagaimana mempelajarinya," pungkasnya.
Selain itu, dr Maria mengungkapkan bahwa lebih dari 75 ribu urutan genom lengkap, sudah tersedia secara publik dan global yang diperoleh dari negara di seluruh dunia yang membagikan informasi terkait virus tersebut. Hal ini dianggap cukup luar biasa dan diharapkan terus berlanjut oleh WHO.
Meski lebih menular, mutasi virus Corona D614G diyakini tidak lebih mematikan.
BPOM Ungkap Ada 'Critical Finding', Bagaimana Nasib Obat Corona Unair?
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengungkap ada critical finding dalam uji klinis 3 kombinasi obat untuk virus Corona COVID-19 yang dilakukan tim Universitas Airlangga (Unair). Temuan kritikal itu harus diperbaiki dan diklarifikasi.
Kepala BPOM Penny K Lukito menjelaskan perlu ada klarifikasi data yang kritikal dari hasil inspeksi di senter penelitian di wilayah Bandung pada 27-28 Juli 2020. Klarifikasi tersebut menyangkut data laboratorium yang dapat membuktikan bahwa efektivitas kombinasi obat yang diuji lebih baik dibanding standar.
Hal lain yang perlu diklarifikasi adalah efektivitas pada subjek dengan derajat penyakit sedang dan berat, karena semua kasus di SECAPA Bandung adalah pasien dengan gejala ringan. Bahkan ada yang tanpa gejala dan seharusnya tidak perlu mendapat obat.
Klarifikasi dan perbaikan tersebut nantinya akan dinilai oleh BPOM.
Jika perbaikan dan klarifikasi tersebut tidak dapat mendukung validitas hasil uji klinik, maka peneliti harus mengulang pelaksanaan uji klinik
Badan POM
"Jika perbaikan dan klarifikasi tersebut tidak dapat mendukung validitas hasil uji klinik, maka peneliti harus mengulang pelaksanaan uji klinik," demikian tulis BPOM dalam rilisnya.
Dalam konferensi pers di channel YouTube BPOM, Penny menyampaikan beberapa catatan. Selain soal sampel yang tidak merepresentasikan randomisasi, hasil uji klinis juga belum memenuhi nilai kebaruan.
"Belum menunjukkan perbedaan yang signifikan," tegas Penny.
Ketiga kombinasi obat yang menjalani uji klinis adalah sebagai berikut:
Lopinavir/Ritonavir dan Azithromycin
Lopinavir/Ritonavir dan Doxycyclin
Hydrochloroquine dan Azithromycin.https://nonton08.com/a-sound-of-thunder/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar